Mohon tunggu...
Yusup Nurohman
Yusup Nurohman Mohon Tunggu... Penulis - We Love Learn Sociology

pengembara angkringan, masih mencari apa yang lebih dari sekadar materi mari bercengkrama di @yusufseo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Beragam Bukan Masalah NU!

17 Januari 2021   10:16 Diperbarui: 17 Januari 2021   10:43 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

              Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi masyarakat terbesar di Indonesia, bahkan dunia. NU sendiri selalu mendapat sorotan dari masyarakat dalam sepak terjangnya. Sebagai ormas yang mudah di terima oleh masyarakat, NU juga turut membantu pemerintah Indonesia dalam mengusir para penjajah dari NKRI. NU sampai saat ini masih tetap eksis dan menjaga keistikomahnya menjaga kebhinekaan dalam sikap moderatnya.

            Patut diakui bahwa organisasi yang didirikan Hadratusyekh KH. Hasyim Asy'ari ini mempunyai peranan besar dalam pembangunan SDM di Indonesia. Kekuatan NU bukan hanya dari segi kuantitas, namun banyak pula dari kalangan cendekiawan Muslim yang tersebar di berbagai bidang keilmuan. Banyak para pejabat, kiai, dan cendekiawan yang lahir dari NU.

            Kita mengetahui NKRI adalah negara dengan banyaknya ras, suku dan agama yang banyak tersebar di wilayah nusantara. Bahkan di Islam saja terpecah dengan beberapa ormas. Meskipun demikian Awal tahun lalu, Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA mencatat bahwa 49,5 % penduduk Indonesia adalah nahdliyin. Disusul Muhammadiyah sebesar 4,3%, Ormas Lain sebesar 1,3%, PA 212 sebesar 0,7%, dan FPI 0,4%. Sedangkan yang memilih untuk tidak terikat pada organisasi Islam sebesar 43,8%.

            NU dalam menjalankan ormasnya memiliki 4 prinsip istikomahnya yaitu tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), i'tidal (adil), dan tasamuh (toleran). NU sendiri mengedepankan toleransi sebagai bentuk menjaga NKRI dari ormas-ormas radikal dan melaksanakan agamanya dengan rukun dan tenteram. Selain di dunia sosial masyrakat NU juga turut berpartisipasi di dunia politik. Banyak politisi selalu berupaya merangkul NU dalam setiap kontenstasi politik dan pengambilan kebijakan.

            Di antara 4 prinsip NU sayangnya masih kurang teredukasi. Banyak masyarakat yang kurang memahami dalam pengaplikasikan prinsip tersebut. Apalagi ketika agama sudah dipolitisasikan dalam ruang-ruang publik. Banyak nahdliyin terjebak pada perdebatan dan perang di sosial media.

            Ciri utama dari NU adalah perihal toleransi yang tinggi. Hal tersebut merupakan ajaran mulia dari para kiai, ulama dan tokoh-tokoh NU terdahulu. Ada pengertian mendasar tentang toleran; sifat atau sikap, batas, dan penyimpangan yang masih bisa diterima. Tentu menjadi ambigu jika penerimaan dan penyimpangan dinilai secara subjektif, sehingga batas toleransi tiap orang berbeda-beda. Toleransi bukan hanya tentang sikap menghargai keyakinan orang lain, tetapi lebih kompleks, yakni bisa menghargai pendapat orang lain.

            Sikap NU dalam menghadapi toleransi membuat NU menjadi sasaran cibiran dan hujatan kaum tekstualis. Banyak belakangan ini muncul Islam yang puritan dan mencari-cari kesalahan NU mulai dari metode ibadah hingga disangkutpautkan dengan politik praktis. Sejatinya perbedaan ibadah adalah bukan hal yang baru lagi di dunia Islam. Tetapi Islam puritan ini ingin mencoba menarik masa agar NU mulai luntur ditengah NU adalah ormas mayoritas di Indonesia.

            Memang menjadi ujian besar bagi warga nahdliyin apalagi di masa sekarang. Terkadang NU kembali di uji saat menghadapi kondisi yang memaksa untuk meninggalkan prinsip-prinsip toleran. Bagaimana bisa NU akan terus menjadi "wasit" sementara wejangan salah satu tokoh popular NU yang mengajarkan untuk melindungi sesama kaum nahdliyin dari radikalisme yang marak terjadi sekarang ini.

            Kebesaran Nama NU sebagai ormas terbesar harus menjadi ormas yang konsisten dalam memegang prinsip dalam beragamanya. Merawat kebhinekaan dengan toleransi adalah hal utama. Maraknya radikalisme saat ini juga harus di siasati oleh NU melalui pendidikan baik di sekolah umum maupun pesantren-pesantren. Penanaman prinsip NU adalah buah pemikiran tokoh-tokoh NU yang sudah memikirkan bagiaman beragama di Indonesia. Hal tersebut harus ditanamkan pada generasi bangsa.

Kebhinekaan adalah citra NU, NKRI Harga Mati. Di dalam kebhinekaan tentu banyak perbedaan tafsir mengenai arah kemajuan dan kemakmuran. Hal tersebut bukan lagi menjadi pemicu pemecah belah umat. Hidup dalam kerukunan antar masyarakat adalah kunci menuju Indonesia maju.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun