Mohon tunggu...
Yusuf Cahyono
Yusuf Cahyono Mohon Tunggu... Freelancer - Suka menulis danembaca

.Hidup Harus Berkontribusi...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilu Terburuk?

5 Juli 2014   20:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:21 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mungkin benar jika musim kampanye kali ini terburuk dari yang pernah ada. Kita tak melihat ajang ini sebagai pesta rakyatyang penuh dengan pengertian, cinta kasih, keperdulian juga respek terhadap sesama.Apakah setiap pemilihan itu selalu harus menang dan itu menjadi target yang tak bisa diganti? Segala cara dipakai untuk membangun opini masyarakat.mencitrakan jelek lawan sebagi cara untuk mencari dukungan, padahal sesungguhnya kejelekan lawan itu tak serta merta membuat baik citra diri.

Sangat disayangkan sekali, betapa riuh keterlibatan masyarakat dalam pemilu kali ini bukan untuk meresapi alam demokrasi yang penuh dengan toleransi, menjujung tinggi keharmonisan perbedaan, menjual pretasi, namun lebih banyak diwarnai perilaku gelap.Lihatlah,betapa kita seperti diadu mengatasnamakan perbedaan pilihan. Dunia maya menjadi pertaruhan untuk saling dukung dan saling serang. Inikah demokrasi yang kita inginkan? Sungguh jauh dari sebuah perjalanan bangsa menuju sebuah tatanan demokrasi maju dan beradab.

Bukankah pertarangunan in sesungguhnya hanya semua. Gontok gontokan seakan disebarang adalah musuh yang harus dibiunuh. Saling klaim paling baik dan mencari tokoh sebanyak mungkin untuk membuat opini publik bahwa inilaha yang terbaik. Sungguh buruk sekali cara seperti ini.Kamuflase untukmembungkus diri karena kurangnya percaya diri.

Tanggal 9 sebentar lagi. Ajang saling sikut akan terbaca disana. Siapakah sebenarnya jawara diantara yang menjadi pesakitan? Rakyat secara penuh adalah juri terbaik untuk memilih kebenaran itu. Apakah perang opini publik itu benar-benar ampuh mengambil hati rakyat? Atau jangan jangan sesungguhnya rakyat telah lebih lama memiliki pilihan yangtak bisa diubahhanya dengan menyajikan citra diri yang dibalut oleh busana-busana yang dianggap suci itu?

Sekali lagi. Perang opini ini akan segera terhenti.Semua akan kembali melunak dan mencair. Tak lagi butuh penggalangan dukungan. Tak butuh lagi busana-busana pencitraan, tak penting lagi dimana ia berdiri. Kemenagan telah ditangan. Saatnya melupakan janji. Saatnya berdiri di kaki sendiri.Lalu elemen-elemen pendukungpun akan kembali menemukan ritme semula. Yakni lawan dan kawan itu hanya sebatas kepentingan, selebihnya hanyalah soal waktu. Yang bermusuhanbisa jadi hanya dalam hitungan bulan bisa kembali duduk satu meja satu kursi dan membahasa persoalan dengan sama mesranya.

Ah...apa sebanarnya guna pemilu jika hanya untuk kekuasaan.hanya untuk melegalkan sebuah kewenangan. Tak terlihat sebagai pendidikan lima tahunan untuk menjadi bangsa yang beradab. Tidak mempersoalkan hal-hal remeh, namun memiliki skala yang lebih luas lagi. Membangun negeri ini demi kesejahteraan rakyat tanpa kelas, tanpa status.Kini ketika pemilu semakin buruk perangainya apakah kita bisa berharapmemiliki masa depan bersamapemimpin yang berhati rakyat? Rasanya jauh sekali.Pemilu hanya soal kekuasaan.Titik nadirbagi sebuah pencapaian. Mungkin benar, dari pemilu ke pemilu kita lebih banyak menuai kekecewaan.Entah siapa yang salah. Rakyat yang terlalu bodoh untuk larut dalam kegamangan, atau justru pemimpin kita yang tak pernah dewasa dan berhati kanak-kanak?Tak ada jawaban kecuali, inropeksi bersama.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun