Pasangan manula itu membuatku ingin belajar dari mereka. Pertama kali melihatnya saya ingin ini adalah potret saya di masa yang akan datang.  Bukan pada kemesraan poinnya namun lebih dari. Sebuah pengertian dan perhatian yang imbal balik.  Seperti saat si kakek dengan lembut dan pelan mengusap keringat di dahi nenek dengan sapu tangan yang diambilnya dari saku celananya. Begitupun si nenek  membalasnya dengan suapan makanan ringan. Sambil mengobrol kecil dan menikmati udara segar di sebuah taman.
 Berdua lagi. Mungkin begitu kisahnya. Setelah anak anak tak lagi di samping mereka. Tinggal mereka berdua kembali merajut cinta di waktu yang tersisa. Pasangan yang kemudian lebih terasa sebagai teman hidup. Mungkin tak ada lagi cita cita muluk bagi mereka.  Hanya ingin bahagia di masa masa dimana mereka makin tak berdaya.  Tubuh yang melemah, saling menguatkan menjadi pilihan.
Barangkali momen seperti ini tidak bisa dirasakan oleh para pasangan manula. Ini adalah buah dari apa yang mereka jalani selama menjalin hubungan sebagai pasangan suami istri. Cinta dan sayang yang selalu tersemat dalam hati mereka. Â Komunikasi dan pengertian yang dibangun atas nama cinta bukan karena tugas atau kewajiban. Namun lebih kepada bagaimana mampu melayani dengan meminumkan balasan. Â Saling memberi tanpa meminta dan lebih mengedepankan rasa pengandian sebagai seorang pasangan. Membantun kepercayaan dan berusaha tidak saling menghianati.
Seperti terlalu jauh aku mendeskripsikan tentang mereka. Yang jelas potret kemesraan yang terbingkai dalam ruang publik taman ini  adalah sebuah habit yang tak mudah tercipta jika bukan dari kebiasaan.  Berkebalikan dengan frame yang saya rasakan di tetangga rumah dahulu.  Cinta dan ketulusan seorang istri baru teruji ketika suami dalam keadaan yang tidak baik baik saja. Jatuhnya ekonomi suami ditambah sakit yang diderita membuat rumah tangga serasa kiamat. Istri mulai berani berkata kasar dan seolah tak lagi butuh kehadiran suami. Umpatan umpatan kasar sering  terdengar. Sungguh teriakan yang makin membua suami terpuruk. Kondisi mental yang membuat kesehatan makin buruk.
Dua gambaran yang berbeda. Sungguh menakutkan jika kisah yang kedua menunggu di sana. Ingin rasanya belajar pada kakek dan nenek itu. Bagaimana mereka bisa mengelola cinta menjadi rantai yang tak terputus. Cara apa mereka merawat hati agar disana tumbuh pengabdian cinta yang saling berbalas. Metode apa agar cobaan dan segala hal buruk yang mendera tak lantas mengikis jalinan cinta itu. Pastinya buka angka atau rumus jitu agar kisah mereka bisa dijiplak. Namun sebuah komitmen yang tiada istilah berhanti di tengah jalan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI