Mohon tunggu...
Yusticia Arif
Yusticia Arif Mohon Tunggu... Administrasi - Lembaga Ombudsman DIY

I Q R O '

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Dengarkanlah Sungai Berbicara....

27 Agustus 2015   12:59 Diperbarui: 27 Agustus 2015   12:59 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungai-sungai di Indonesia, sebagian besar sedang mengalami permasalahan yang sama : pencemaran, pendangkalan dan kerusakan ekosistem.  Sungai mengalami masa buruk alih-alih dihargai menjadi sumber kehidupan. Bahkan, 15 sungai di Indonesia ditengarai telah berada pada fase kritis, beberapa diantaranya : Sungai Citarum, Sungai Cimanuk, Sungai Ciujung dan Bengawan Solo di Jawa Tengah serta Brantas di Jawa Timur, kini kondisinya tercemar dan parah.

Lihatlah sungai-sungai yang melintas di kota-kota besar di Indonesia. Kesan kumuh selalu nampak. Bantaran sungai tak lagi kelihatan karena menjadi kawasan terbangun. Meski Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2011 tentang Sungai sudah berbicara jelas mengenai  fungsi dan pemanfaatan sungai, sepertinya persoalannya adalah kembali ke kesadaran masyarakat yang telah memperlakukan sungai sedemikian keliru selama puluhan tahun.

Sebenarnya, secara alami, sungai-sungai memiliki kemampuan untuk menetralisis limbah atau sampah yang masuk ke badan sungai, namun karena volume sampah dan limbah tidak terkendali lagi, fase alamiah penetralan ini menjadi berat dan bahkan tidak berfungsi.

Perlu upaya yang serius dan sistematis untuk memperbaiki persoalan ini, untuk merestorasi sungai. Beberapa pekan yang lalu, saya bertemu Bu Endang Rohjiani, pegiat di Forum Komunikasi Winongo Asri (FKWA), sebuah gerakan bersama untuk merestorasi Sungai Winongo di sisi barat Kota Yogyakarta; menurut beliau, tindakan yang paling mendasar untuk penyelesaian masalah sungai adalah melalui edukasi. Bu Endang bahkan sudah merencanakan sebuah rintisan Sekolah Sungai yang akan diluncurkan bulan September tahun 2015 ini.

Selain melalui sekolah yang ditujukan ke anak-anak tersebut, Bu Endang juga memiliki sebuah program yang disebut M3K (Munggah, Mundur, Madhep Kali), yang dalam bahasa Indonesia berarti “naik” dari badan/bantaran sungai, “mundur” dari bantaran sungai dan kemudian rumah menghadap sungai. Karena memang bila kita amati, kebanyakan rumah-rumah di sini “ngungkuri” (membelakangi) sungai, sehingga kesannya sungai bukanlah wajah indah yang perlu ditampilkan, tapi sekedar menjadi saluran pembuangan sampah dan limbah gratisan.

Kata kunci untuk merestorasi sungai adalah kembali ke perilaku masyarakat yang memang sebagian besar belum menghargai keberadaan sungai. Dalam Bab VI Pasal 69 Peraturan Pemerintah tentang Sungai, pemerintah mempunyai wewenang untuk melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat dalam pengelolaan sungai melalui kegiatan sosialisasi, konsultasi publik dan pemberdayaan masyarakat.

Bila dirasa belum cukup, pasal 72 lebih lanjut menjelaskan tentang partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sungai. Kegiatan partisipasi diharapkan akan meningkatkan kinerja pengelolaan sungai, baik melalui pembentukan kelompok kerja dan kerjasama pengelolaan sungai.

Di Kota Yogyakarta, kelompok-kelompok kerja untuk pengelolaan sungai tersebar di beberapa sungai besar yang membelah kotanya, diantaranya FKWA untuk Sungai Winongo, Forum Silaturahmi Daerah Aliran Sungai (Forsidas) Gajah Wong dan Pamerti Code di Kali Code. Ketika bertemu pegiat Fosidas Kali Gajah Wong, Pak Agus Supriyanto mengatakan kepada saya, bahwa gerakan restorasi sungai kebanyakan masih spasial karena batas-batas administrasi yang berada di suatu sungai bisa lebih dari satu. Padahal, untuk pengelolaan sungai harus berangkat dari kerangka pikir yang komprehensif dan memandang sungai sebagai sebuah sistem. Bila sifat pengelolaan sepenggal-sepenggal, akan sulit diraih hasil yang optimal.

Demikianlah, salah satu keprihatinan ini kemudian diakomodasi dalam Konggres Sungai Indonesia yang diadakan di Kabupaten Banjarnegara pada tanggal 26-31 Agustus 2015 pekan ini. Kongres Sungai yang mengusung tema Sungai Sebagai Pusat Peradaban ini berusaha untuk menelorkan inovasi-inovasi baru dalam budaya bersungai dengan segala macam pendekatan yang ujung-ujungnya adalah keselarasan hidup antara warga dan sungai yang hidup berdampingan dan saling mengasihi. Tujuan dari Kongres Sungai ini utamanya adalah memetakan masalah dan tantangan serta potensi dan kebutuhan pemulihan, penyelamatan, pengamanan dan pengelolaan sungai beserta kawasan penyangga dan tersangga.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun