Mohon tunggu...
Yusril Izha Mahendra
Yusril Izha Mahendra Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa Ekonomi Pembangunan

Keberanian Itu Mewabah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rendahnya Moral Mafia Rakyat sebagai Sumber Korupsi

29 Desember 2020   08:46 Diperbarui: 29 Desember 2020   08:54 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Penalaran otak orang itu luar biasa, demikian kesimpulan ilmuan Kerbau dalam makalahnya, namun mereka itu curang dan serakah. Sedangkan sebodoh-bodoh umat Kerbau, kita tidak curang dan serakah". Pernyataan tersebut memang terkesan lugu namun cukup untuk sekedar menggelitik atau menyindir keadaan saat ini yang dicerminkan oleh perilaku manusia tanpa memandang kelas (kaya atau miskin). Lebih lanjut pernyataan tersebut paling tidak mengandung dua makna kebenaran di dalamnya. 

Pertama, kita semua setuju dan tentunya mengakui bahwa penalaran manusia jauh lebih baik bahkan sangat baik apabila perbandingannya adalah hewan atau kerbau khususnya. Bila hal tersebut salah atau terbalik maka keadaan saat ini akan menjadi seperti apa yang dikatakan Andi Hakim Nasoetion, "bila hewan memiliki kemampuan nalar maka bukan Harimau Jawa yang saat ini dilestarikan supaya tidak punah, melainkan manusia Jawa". 

Kedua, yang mungkin beberapa di antara kita tidak setuju bahkan menimbulkan diskusi pajang bahwa manusia lebih serakah dan curang dibandingkan hewan ataupun kerbau. Pernyataan tersebut seharusnya menjadi sesuatu yang salah sebab dengan kemampuan nalar yang luar biasa perilaku manusia didasari cara berpikir yang sistematis dengan kriteria maupun metode kebenaran. Tetapi realitasnya tidaklah demikian, penalaran manusia tidak secara mutlak berkorelasi positif terhadap moral, sehingga bila kita mengatakan semakin cerdas atau pintar seseorang maka moralnya akan semakin baik, adalah sebuah kesalahan. Sebab keduanya adalah hal yang terpisah.

Sifat curang dan serakah yang sepertinya memang melekat pada setiap individu ditambah moral yang rendah ini pula yang menjadi salah satu dari sekian banyak sebab kasus korupsi di Indonesia, terkhusus pada kasus korupsi bantuan dana sosial Covid-19 yang menjerat Menteri Sosial Juliari Batubara yang mencapai Rp 17 Miliar. 

Dengan total kekayaan mencapai Rp 47 Miliar cukup mustahil bila motif korupsi tersebut didasari keterbatasan atau untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sebab dengan kekayaan tersebut baik kebutuhan primer, sekunder bahkan tersier dapat terpenuhi. Kemudian bila kita menitik beratkan sepenuhnya terhadap sistem dirasa hal tersebut tidak cukup adil untuk diterima alasannya yaitu, pertama, semangat anti korupsi dan memberantasnya secara formal telah tercantum dalam undang-undang, bahkan cukup detail menjelaskan bagaimana regulasi tersebut di praktikan. Kedua, sudah adanya badan atau institusi independen yang berwenang melaksanakan pengawasan sekaligus eksekusi jika terjadi tindak korupsi.

Namun selain faktor yang bersifat internal terdapat faktor lain (sumber dan instrumen) yang mendukung kasus korupsi tersebut yang patut diketahui sehingga kemudian strategi dan mekanisme memerangi korupsi tidak hanya didasari "persepsi" melainkan "informasi objektif". 

Dengan menggunakan kerangka analisis ekonomi politik didapati bahwa kasus korupsi yang menjerat Menteri Sosial Juliari Batubara merupakan korupsi terorganisir dan sistemik yakni interaksi antara kekuasaan kelompok elit dan patronase politik. Intinya adalah bahwa kekuasaan kelompok kepentingan, elit kuat mempengaruhi formulasi kebijakan, mengeksploitasi kepentingan ekonomi, pelaksanaan kebijakan dan mengkapitalisasi kemiskinan. Kelompok yang terlibat dalam korupsi tersebut terdiri dari golongan elit kuat, melekat pada kekuasaan, berdisiplin tinggi dan hierarkis (Arifin, 2001, hlm. 149).

Dampak serta konsekuensi korupsi sebenarnya telah diketahui secara jelas dan luas. Paling pertama sekali serta dapat menimbulkan rentetan permasalahan lainnya yakni menurunnya tingkat kepercayaan baik asing maupun domestik dalam hal ini masyarakat umum. Seperti diketahui bersama pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia tidak lepas dari peranan sumber dana luar negeri sebab masalah umum negara berkembang adalah kelangkaan dana domestik (saving gaps) yang kemudian ditutupi dana dari luar negeri. 

sehingga merebaknya korupsi berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan investor asing yang kemudian mempengaruhi penanam modal/investasi di Indonesia. Kemudian pada tingkat domestik menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat akibat kasus korupsi tersebut berakumulasi pada permasalahan lainnya yang lebih ada seperti krisis politik, penanganan pandemi Covid-19 yang belum optimal, permasalahan Papua Barat sehingga berdampak terhadap kebijakan pemerintah dikemudian hari.

Kasus korupsi  bantuan sosial Covid-19 di atas adalah salah satu contoh kecil dari sekian banyak penyakit akut yang sedang mewabah di Indonesia. Korupsi di Indonesia telah mencoreng muka Indonesia di dunia internasional. Oleh karena itu, untuk memberantas korupsi, tidak ada jalan lain kecuali melakukan perbaikan dalam demokratisasi dan transparansi proses pengambilan keputusan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun