Mohon tunggu...
Kang Yusril
Kang Yusril Mohon Tunggu... BELUM/TIDAK BEKERJA -

Fa inna ma'al 'usri yusra Inna ma'al 'usri yusra.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Teknologi Mata Elang "Masih Belum Memuaskan"

23 Maret 2014   17:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:35 1225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_316677" align="aligncenter" width="620" caption="Hawk eye cabang Tennis, lipsus.kompas.com "][/caption]

[caption id="attachment_316678" align="aligncenter" width="606" caption="Hawk eye banag olahraga bulutangkis, liputan6.com"]

13955476581555143852
13955476581555143852
[/caption]

Tekhnologi mata elang atau biasa disebut hawk eye telah banyak diadopsi oleh berbagai cabang olahraga untuk membantu wasit dalam menentukan keputusan hakim garis mengenai bola atau shutlekock in atau out. Sistem ini memakai kamera yang mempunyai fungsi melihat gerakan bola/shutlekock selambat mungkin. Penggunaan teknologi mata elang sangat cocok digunakan untuk olahraga tennis dan bulutangkis yang arah pergerakan bola dan shutlekock sangat cepat, sehingga seringkali keputusan hakim garis tidak dianulir oleh atlet.

Olahraga tenis telah lama menggunakan teknologi hawk eye. Kamera sistem ini ditempatkan di setiap garis lapangan pertandingan. Pemain yang tidak menganulir keputusan hakim garis dapat mengajukan review ulang kepada wasit dengan sistem hawk eye. Olahraga tennis terbilang sukses dengan penggunaan hawk eye. Pemain selalu merasa puas dan tidak menimbulkan keraguan akan hasil teknologi ini, karena review ulang yang ditampilkan dilayar menggunakan sistem 3 dimensi sehingga posisi bola dengan mudah dilihat arah pergerakannya. Tidak ada batasan kepada pemain untuk menggunakan hawk eye dalam sekali pertandingan. Sebagai contoh saat pertandingan babak perempatfinal Tennis ATP Dubai Open 2008 antara Rafael Nadal vs Mikhail Youzhny. Pada detik ke 39 di video ini panitia menayangkan ulang menggunakan teknologi hawk eye dengan layar 3 dimensi. Pada detik ke 47 nampak jelas bahwa bola hanya menyentuh sedikit saja garis, namun tetap dinyatakan bahwa bola itu masuk.

Berbeda dengan tennis yang sedikit lebih maju dalam penggunaan sistem ini dibandingkan penggunaan hawk eye dicabang olahraga bulutangkis, sempat terjadi pro dan kontra akan penggunaan sistem ini. Bagi yang pro menganggap bahwa sistem ini sangat dibutuhkan sehingga pemain tidak dirugikan akan keputusan hakim garis. Sedangkan yang kontra menganggap bahwa keberadaan hawk eye sedikit merusak keindahan suatu pertandingan. Meski demikian, adanya pro dan kontra tidak menyurutkan rencana BWF untuk menggunakan sistem hawk eye ini. Sistem ini hanya digunakan untuk pertandingan kelas Super series, Superseries premier, dan Kejuaraan beregu. Pemain yang bertanding di court 1 dapat merasakan kerja dari sistem ini, karena hanya di lapangan (court 1) lah hawk eye ditempatkan. Sedangkan untuk lapangan dua, tiga, empat, dan lima tidak ada kamera sistem ini.

Pemain yang menolak keputusan hakim garis harus secepatnya mengatakan challenge kepada wasit sebelum wasit menambah poin lawan. Caranya pemain memberi sinyal berupa mengangkat tangan secara bersamaan dan mengatakan challenge kepada wasit. Pemain hanya dibolehkan menggunakan dua kali dalam setiap pertandingan. Pemain juga akan kehilangan satu haknya jika ternyata keputusan hakim garis benar dan tidak akan kehilangan haknya jika keputusan hakim garis salah.

Pada awalnya sistem ini akan mulai digunakan saat kejuaraan Indonesia Open Superseries Premier dan Sudirman Cup 2013 lalu, namun penggunaannya ditunda. Sempat terjadi penundaan di dua turnamen tersebut dan penundaan dikejuaraan China Open Superseries premier, akhirnya sistem hawk eye untuk pertama kali digunakan di ajang kejuaraan BWF world Final Superseries 11-15 Desember 2013 di Malasya dan berlanjut hingga kini.

Hawk eye yang diterapkan dicabang olahraga bulutangkis masih kurang memuaskan. Di samping adanya pembatasan hak kepada pemain, juga karena sistem kerjanya yang tidak menggunakan tampilan tiga dimensi seperti di tenis. Review ulang berupa tayangan ulang pertandingan dan menampilkan arah pergerakan jatuhnya shutlekock yang lambat. Namun, seringkali hasilnya masih kurang tepat.

Sebagai contoh saat kejuaraan final ganda putra di All England kemarin antara Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan vs Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa. Digame kedua saat skor 20-17 untuk keunggulan Ahsan/Hendra, sambaran kok dari Ahsan ke sisi kiri garis belakang dianggap out oleh hakim garis, Hendra Setiawan kemudian meminta challenge kepada wasit, dan hasilnya menurut saya shutlekock itu masuk. Di video ini pada menit 48.34 nampak shutlekock menyentuh garis.Namun petugas tetap menyatakan out.

[caption id="attachment_317319" align="aligncenter" width="640" caption="Hasil capture print screen pertandingan Ahsan/Hendra vs Hayakawa/Endo saat final All England 2014"]

1395860612224205060
1395860612224205060
[/caption]

Dari gambar di atas jelas bahwa shutlekock nampak menyentuh garis. Tak heran ketika panitia yang ditugaskan mengatakan bahwa out disambut dengan sorakan penonton, begitu juga komentator jalannya pertandingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun