Mohon tunggu...
Yusran Pare
Yusran Pare Mohon Tunggu... Freelancer - Orang bebas

LAHIR di Sumedang, Jawa Barat 5 Juli. Sedang belajar membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Denny, Penjara dan Narkoba

23 September 2012   10:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:52 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13483973161396653354

[caption id="attachment_207404" align="alignleft" width="404" caption="Wakil Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia, Denny Indrayana mendadak menginspeksi Lembaga Pemasyarakatan (LP) Teluk Dalam, Banjarmasin. Denny bersama tim dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Kalsel."][/caption] TERBUKTI, Lembaga Pemasyarakatan tak kunjung bersih dari bisnis narkotika. Ini terungkap lagi Sabtu (22/9) malam saat Wakil Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia, Denny Indrayana menginspeksi mendadak Lembaga Pemasyarakatan (LP) Teluk Dalam, Banjarmasin. Kali ini Denny bersama tim dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Kalsel. Dalam sebuah sel, tim menemukan sabu, satu unit gadget tablet elektronik berisi rekaman komunikasi tentang transaksi narkoba, bong dan pipet (alat untuk mengisap sabu), tiga ponsel, dompet, dadu, kartu remi, dan brankas kecil. Sempat terjadi kegaduhan menyusul razia dadakan itu, sehingga tim BNN tidak melanjutkan memeriksa kamar demi kamar yang dicurigai. Insiden seperti ini bukan hanya pertama kali terjadi. Beberapa waktu lalu, Denny bersama tim BNN menggerebek LP Pekanbaru, Riau, yang berbuntut kehebohan dan memancing kontroversi menyusul terjadinya perlawanan dari pihak aparat LP yang berkongsi dengan napi. Ada kesan sangat kuat bahwa memang terjadi persekongkolan antara penghuni LP dengan aparat lembaga pemasyarakatan dalam berbagai hal. Mulai dari penggunaan sarana dan fasilitas di luar aturan, sebagaimana yang terjadi dalam kasus Atalyta Suryani, hingga hingga bisnis narkotika sebagaimana terungkap dalam berbagai kesempatan di sejumlah tempat di tanah air. Beberapa waktu lalu polisi menciduk seorang terpidana penghuni Lembaga Pemasyarakatan Khusus Narkotika Karangintan Banjar, di sebuah hotel di Banjarbaru, Rabu pekan lalu. Bersamanya, ditangkap pula seorang sipir. Peristiwa paling spektakuler adalah penangkapan Kepala LP Narkotika Nusakambangan dan dua bawahannya. Insiden demi insiden ini patut menjadi perhatian bersama secara saksama, karena makin menunjukkan bahwa lembaga pemasayarakatan betul-betul sudah harus dibersihkan dari praktik-praktik kotor. Sulit membayangkan akibatnya, jika aparat lembaga pemasyarakatan yang bertugas menegakkan hukum, mengawasi dan membina para penjahat, malah jadi bagian dari unsur kejahatan itu sendiri. Mengapa peristiwa memalukan ini terjadi dan terjadi lagi di lingkungan yang seharusnya bersih dari praktik kriminal dan koruptif? Mengapa seperti tidak ada efek jera atas hukuman yang dijatuhkan kepada mereka yang terlibat? Mengapa kini justru makin tampak adanya mekanisme perlawanan yang sistematik dari pihak LP terhadap gerakan-gerakan yang dilakukan untuk membersihkan lembaga itu dari praktik kotor? Bisnis narkotik itu melibatkan dana yang amat fantastis. Hukum pasar mengatakan, makin langka suatu barang akan kian mahal harganya. Narkotik jadi komoditas yang langka karena merupakan barang terlarang. Makin langka, kian mahal pula harga untuk memperolehnya. Pihak BNN pernah menerbitkan publikasi yang memperkirakan omset bisnis narkoba di Indonesia sepanjang 2008 mencapai Rp 15,37 triliun. Omset narkoba jenis sabu paling tinggi, dengan kisaran Rp 5,52 triliun. Ganja beromset Rp 2,37 triliun disusul putau dengan nilai Rp 2,31 triliun, lalu ekstasi Rp 1,98 triliun. Kecendrungannya pun terus meningkat. Jika pada 2009 mencapai Rp 37 triliun, maka tahun berikutnya diperkirakan mengRp 41,24 triliun, disusul sekitar Rp 46 triliun pada tahun 2011, dan tahun 2012 diprediksi mencapai Rp 51,29 triliun. Deretan jumlah yang fantastis, dan bisa membutakan mata siapa pun, termasuk aparat yang tak punya integritas. Perkiraan angka-angka itu tentu bisa lebih besar, mengingat fenomena narkoba ilegal, para penjual, pemakai, dan para pecandunya senantiasa berada di balik tabir kegelapan. Dalam kegelapan, semua orang bisa bersembunyi atrau setidaknya menyamarkan identitas tulen. Bisa dipahami jika kemudian terjadi perlawanan yang demikian kuat dan sistematis terhadap upaya-upaya pemberantasan narkoba ilegal ini. Perang seperti ini tak pernah berhenti berlangsung, sejak percang candu di hingga hari-hari ini. Karena itu, diperlukan langkah-langkah yang tegas dan keras, sebagaimana perang terhadap aksi-aksi teroris. Pengungkapan bisnis ini di berbagai penjara di tanah air, menunjukkan bahwa penegak hukum dan masyarakat harus lebih keras lagi menggempur bandit-bandit narkoba ini. Tempat yang diawasi hampir tiap menit oleh para sipir pun, ternyata jadi arena pengendalian binsis oleh para mafia, apalagi tempat-tempat terbuka semacam tempat hiburan dan sejenisnya. Persoalannya kemudian, apakah para penegak hukum serius memberantas narkoba ilegal itu, atau malah jadi bagian dari mafia narkoba? ***

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun