Mohon tunggu...
Akhmad Faishal
Akhmad Faishal Mohon Tunggu... Administrasi - Suka nonton Film (Streaming)

Seorang pembaca buku sastra (dan suasana sekitar) yang masih amatiran.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menghentikan Laju Hoaks dan Ujaran Kebencian

6 Agustus 2018   11:27 Diperbarui: 6 Agustus 2018   11:34 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apa yang menjadi puncak kebahagiaan sebagai seorang manusia? Apa yang menjadi ketakutan terbesar dan terburuk juga sebagai seorang manusia? Dua pertanyaan itulah yang menjadi landasan tulisan ini. Karena, mengingat hoax dan ujaran kebencian telah bergerak begitu cepat, tajam dan ditembakkan secara membabi buta.

Ingat akun twitter @AkunTofa yang mempermasalahkan tanggal pernikahan dengan tanggal kelahiran putri Presiden Joko Widodo, Kahiyang. Masih ingat apa yang dikatakan oleh Amien Rais soal Prabowo dan jalan kaki Jakarta-Jogjakarta. Masih ingat apa yang dikatakan oleh mantan ketua umum DPP partai Demokrat Anas Urbaningrum tentang monas? Dan persoalan hoax serta kebencian lain diutarakan melalui media sosial. Sampai-sampai kata keramat "Tuhan" pun turut serta menyertai kebencian itu.

Juga banyak foto dan berita yang memalukan dishare begitu saja dengan dalih agar orang mengetahui informasinya. Termasuk didalamnya kriminal, korban tabrakan dan lainnya di share melalui media sosial agar akunnya banyak mendapatkan pengunjung, menjadi perhatian serta menjadi lahan iklan, istilahnya clickbait. Anda sekalian pasti pernah membaca tweet tajam dari @maman1965, dia menulis,"Hoax dibuat oleh orang pintar yang jahat dan disebar oleh orang baik yang bodoh."

Hanya saja, kang Maman, kurang memberikan solusi atas bagaimana cara agar hoax yang dibuat oleh orang pintar yang jahat tidak disebarkan oleh orang baik yang bodoh. Apa artinya, orang pintar yang baik telah tereduksi dan tenggelam oleh arus deras informasi hoax dan kebencian. Sejatinya, menanggapi ribuan atau jutaan informasi hoax dan kebencian yang beredar memang bukanlah perkara mudah. Apalagi ditambah kurangnya filter dalam menyaring informasi diakibatkan sebagian masyarakat kurang senang membaca dan menelaah.

Kehidupan yang praktis dan pragmatis dalam setiap aktivitas masyarakat di Indonesia menyebabkan perkembangan hoax dan kebencian meningkat pesat. Bahasa mudahnya, tak mau repot dan inginnya gratis untuk mendapatkan sesuatu. Juga segala sesuatunya dapat diproduksi dengan mudah di negeri ini, karena pengawasan akan sesuatunya yang masih sangat kurang. Ingat kejadian pabrik petasan di Tangerang (26/10/2017) yang mengakibatkan 47 orang meninggal? Bagaimana bisa begitu, bagaimana bisa letak pabrik berada di wilayah perumahan dan persawahan. Ketika hal itu diangkat disebuah diskusi milik stasiun swasta terungkap kenyataan bahwa pengawasan dari daerah tidak mencukupi.

Dengan demikian, jika pengawasan di ranah dunia nyata saja masih kurang bagaimana dengan ribuan akun yang ada di dunia digital. Mengutip sebuah peribahasa, mati satu tumbuh seribu. Sebenarnya, masyarakat harus tahu daftar media cetak dan digital apa saja yang dapat dibaca serta kebenaran informasi yang dibagikan akurat juga bertanggung jawab. Tetapi, aturan sepertinya kurang berlaku di negara ini, mengingat masyarakatnya ingin cepat dan pragmatis bukan tepat dan berkonsep jelas.

Nah, disinilah bentuk kebahagiaan itu berasal, yakni mendapatkan segala sesuatu dengan cepat dan pragmatis. Kemudahan yang dicapai merupakan sesuatu yang membahagiakan. Ada unsur kenikmatan dalam mencapai nafsu. Bagaimana seseorang menjadi klimaks ketika penetrasinya sukses membuat lawan jenis menjerit, kepuasaan telah didapatkan. Itulah puncak kebahagiaan, mendapatkan kepuasaan dan pencapaian nafsu. Bila tak terkontrol juga bisa berakibat buruk, Tuhan pun sudah mewanti-wanti untuk dapat mengendalikan nafsu.

Dan yang kedua, segala puncak kepuasaan dan kenikmatan mencapai nafsu itu memerlukan sesuatu. Saling tolong-menolong. Artinya, manusia membutuhkan proses dari satuan sampai jutaan orang untuk mencapainya. Adolf Hitler tak akan dapat menguasai Eropa dan Afrika tanpa bantuan manusia-manusia lainnya. Film The Raise of Evil merupakan contoh bagus untuk itu, bagaimana Hitler marah ketika orang-orang tidak menghiraukannya. Dan bagaimana bila Hitler yang marah tidak dihiraukan? Mungkin saja, ia akan membunuh agar orang memberikan perhatian akan apa yang ia utarakan.

Seseorang membutuhkan perhatian agar ia dapat berinteraksi dengan orang lain. Terlebih, ia akan mendapatkan bonus jika tergabung ke dalam sebuah lembaga dimana satu sama lain saling menghiraukan dan memperhatikan. Sel penjara atau berita tentang penjara yang baru-baru ini ke ekspos dapat dikatakan bukanlah sebuah hukuman pembelajaran dan pengucilan. Mereka tetap mendapatkan perhatian dan berinteraksi lebih dari siapapun. Kepuasaan dan kenikmatan masih dapat mereka rasakan layaknya di rumah sendiri walau harus merogoh kocek yang dalam.

Begitu pun hoax dan ujaran kebencian, mereka membutuhkan perhatian di dalam dunia maya (digital) apalagi jumlah mereka banyak dimana kita tahu, mereka manusia nyata atau bukan (robot). Seharusnya, presiden dan jajarannya tak perlu mengurusi mereka yang berkomentar di dunia digital. Responlah mereka yang bergerak secara nyata, demo yang benar-benar ada dan lain sebagainya. Toh, nilai-nilai kemanusiaan tak akan luntur hanya sekedar ucapan dan komentar di media sosial. Nah, disini kita harus membedakan antara komentar biasa, dengan analisis atau sebuah essai, karena ruang lingkupnya berbeda juga dengan kategori curhatan, seperti yang dialami oleh Prita Mulyasari tahun 2008.

Dengan demikian, mungkin dapat disimpulkan bahwa hoax dan ujaran kebencian dapat berhenti bila satu pihak kedapatan tidak men-share kembali berita atau meme itu. Hal ini juga berlaku pada akun gosip yang sekarang sedang marak dan menjamur. Memutus lajur mereka untuk mendapatkan perhatian dan mulai mengucilkan komentar-komentar yang tak masuk akal. Mendapatkan informasi lebih mudah jika membaca media yang kredibel dan bertanggung jawab. Karena, kepercayaan dan kejujuran mahal harganya. Begitu, ditengarai tidak jujur, maka media tersebut dapat dipastikan akan tutup dan menghilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun