Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada Serentak: Ketika Monyet Pilih Pisang, Orang Ambil Duitnya

26 September 2020   05:21 Diperbarui: 26 September 2020   08:26 1486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.freepik.com/free-photo/ape-man-offering-banana_1201662.htm

Di tengah-tengah peningkatan kasus positif Covid-19 yang terus meningkat dan sedang menuju angka 5000-an perharinya, proses Pilkada serentak di 270 daerah se Indonesia juga terus bergerak maju bahkan sudah mulai masuk tahapan pengundian nomor urut para Paslon Kada yang akan berkompetisi menuju hari - H pada 9 Desember 2020.  

Dan lihat perlombaannya, antara penyebaran virus corona dengan hiruk pikuk Pilkada serentak saling kejar-kejaran dan tidak ada yang mau menyerah. Tidak saja pertambahan jumlah terinfeksi yang merisaukan tetapi juga angka kematian yang terus bertambah setiap hari. Daerah-daera seakan berlomba untuk memiliki tambahan kasus p[ositif  corona.

Situasi psikologis publik pun menjadi penuh kontroversi. Di satu pihak, gelombang usulan agar Pilkada serentak ini ditunda ke tahun 2021 sampai penyebaran Covid-19 dapat terkendali, dan sisi lain semangat para kelompok Pasangan Calon Kepala Daerah  terus bergerak untuk memenangkan posisi orang nomor satu di masing-masing daerah.

Sesungguhnya, masalah yang kita hadapi sederhana saja, yaitu Pilkada ditunda karena sangat berpotensi munculnya klaster baru dalam penyebaran virus corona. Potensi kepanikan ditengah masyarakat akan sangat tinggi. Terutama ketika kapasitas pelayanan penangan Covid-19 semakin terbatas.

Tidak saja fasilitas rumah sakit yang kehabisan ruang dan tenaga, tetapi juga biaya yang sangat besar yang akan ditanggung bila perawatan diluar rumah sakit rujukan pemerintah.

Jadi akan sangat bijaksana bila pemerintah fokus untuk menyelamat kesehatan masyarakat ketimbang memaksakan diri hanya untuk demi pergantian penguasa di masing-masing daerah.

Situasi yang sederhana ini menjadi tidak sederhana lagi ketika urusan dan kepentingan politik, yaitu kontestasi pemilihan kepala daerah  di hampir separoh wilayah negeri ini dipaksakan diselenggarakan Desember 2020. Keputusan politik menjadi rumit karena sudah melibatkan pihak legislatif dengan kepentingan masing-masingpartai politik menuju tahun 2024 melalui Desember 2020.

Pilkada serentak menjadi seperti kisah si monyet yang di depannya disediakan dua pilihan, yaitu ada setumpuk pisang yang sudah matang dan setumpuk duit. Monyet akan memilih pisang dan langsung dimakannya, sementara tumpukan duit tidak dilirik apalagi hendak mengambilnya. Karena si monyet tidak mengerti bahwa dengan setumpuk duit bisa membeli lebih banyak pisang.

Demikian juga dengan kisah si manusia, ketika di hadapannya tersedia dua pilihan yaitu setumpuk duit dan setumpuk kesehatan. Kemudian si manusia memutuskan memilih tumpukan duit dan tidak melirik apalagi mengambil kesehatan. Karena si manusia ini tidak memahami bahwa dengan kesehatan yang prima dan baik serta terjaga dapat menghasilkan duit lebih banyak lagi. 

Saat ini, kisah monyet di atas sama dengan kisah Pilkada serentak saat ini yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Ketika publik negeri ini di hadapannya  tersedia dua pilihan yaitu Pilkada serentak Desember 2020 dan kesehatan. Masyarakat pilih yang mana ?

Bila kita tidak mengerti makna kesehatan seperti si monyet, maka kita pasti akan memilih Pilkada serentak dan tidak melirik apalagi mengambil kesehatan itu. Tetapi, apabila memahami bahwa kesehatan itu sangat mahal dan bahkan akan menentukan mati atau hidupnya seseorang, maka harusnya masyarakat akan memilih kesehatan, yaitu fokus untuk menghadapi penanganan Covid-19. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun