Terkait dengan perjuangan melawan pandemi Covid-19, salah satu masalah krusial yang dialami oleh masyarakat adalah "segala sesuatu dicap Covid-19". Anda sakit dan pergi ke Rumah Sakit berobat peluang untuk diberi cap Covid-19 sangat tinggi dirasakan oleh masyarakat. Ketika meninggal, dan apalagi kalau meninggal di RS, diperlakukan atau istilah kerennya protokol pemakanan ala Covid-19.
Disadari atau tidak, situasi ini menjadi "trauma" bagi masyarakat ketika hendak berobat ke dokter dan/atau utamanya ke rumah sakit. Sedemikian rupa, masyarakat cenderung untuk tidak berurusan dengan rumah sakit saat merasakan sakit. Takut di cap Covid-19.
Sebagai contoh konkrit, saya memiliki dua pengalaman yang bisa menjelaskan tentang situasi krusial ini.Â
Kasus yang pertama, seorang Kepala Sekolah sebuah SMU karena jantungnya merasa terganggu lalu pergi ke Rumas Sakit dan dirawat karena harus mengkonsumsi oksigen untuk mempertahankan kesehatannya.
Persoalan muncul ketika bapak ini dimasukan isolasi yang seakan termasuk Covid-19, dan pihak keluarga mengeluh dan memprotes karena si sakit semakin stress karena isolasi menajadi indikasi yang tidak sehat.
Pihak perawatan pun tidak peduli dengan keluhan pasien. Dan dalam beberapa hari bapak ini meninggal dunia, padahal dia negatif Covid-19. Dan Anda tahu kisah selanjutnya, bukan!? Dia dikuburkan tanpa keluarga karena demi protokol Covid-19.
Kasus kedua, seorang Ibu meninggal di sebuah Rumah Sakit dan terdeteksi negatif Covid-19. Sejak meninggal pada pukul sekitar 15.00, langsung lepas dari keluarga, dan malam itu langsung dikebumikan dengan protokol Covid-19 tanpa harus dilihat dan diantar oleh anak-anak, suami dan keluarga. Sungguh sebuah situasi yang "tragis" dan menimbulkan perasaan segalanya menjadi Covid-19. Betul, Cap Covid-19.
Saya menduga, kasus yang hampir sama masih banyak dan akan terus terjadi ditengah-tengah masyarakat, dan meninggalkan trauma yang tidak mudah bagi setiap orang.
Apabila masalah kritis ini tidak di cari jalan keluar yang bijaksana, sangat mungkin, masyarakat tidak terlalu pro active untuk mengecek kesehatannya terpapar Covid-19 atau tidak, positif atau negatif.
Dan sesungguhnya, hipotesis inilah yang terus berkembang ditengah-tengah publik. Yaitu, banyak yang sudah terpapar Covid-19 tetapi tidak mau datang memeriksakan diri. Takut di cap Covid-19.
Belum lagi sejumlah persoalan teknis di lapangan yang dialami masyarakat. Artinya, apa yang selalu di jelaskan melalui media televisi oleh pemerintah, di lapangan tentu tidak seindah yang dibayangkan. Area ini menjadi salah satu pemicu trauma masyarakat tentang pelayanan yang diterima.