Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lubang Jarum SNMPTN dan Suka Duka Siswa

20 April 2018   17:35 Diperbarui: 24 April 2018   11:41 3121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selasa 17 April 2018 yang merupakan hari yang sangat mendebarkan dan menegangkan bagi 586.155 siswa dari seantero Indonesia. Karena sore harinya, pukul 17.00 WIB saat diumumkannya siapa yang bisa lolos masuk Perguruan Tinggi pilihan terbaik setiap anak.

Dan betul juga, Kantor Kemenristekdikti memutuskan bahwa tahun ajaran 2018 ini sebanyak 110.946 siswa diterima melalui SNMPTN. Angka ini  setara  18,92% atau 19% dari total jumlah yang mendaftar yaitu 586.155 siswa.  Angka ini lebih tinggi dari SNMPTN tahun 2017 yaitu hanya 14,13%  atau 101.906 siswa yang lolos dari 517.166 siswa yang mendaftar.

Tentu situasi ini sungguh menegangkan dan menghebohkan, karena ibaratnya "lubang jarum", sangat sulit untuk bisa menembusnya dan lolos menjadi pemenang. Betapa tidak, karena persaingannya sungguh amat ketat. Sehingga ketika peserta membuka emailnya dan dinyatakan lolos, bisa dibayangkan, seperti "mimpi" saja. Nyaris tidak percaya bahwa dia diterima.  Terbayang beban yang selama ini dipikul hilang seketika.

Situasinya tentu agak berbeda dengan siswa-siswa yang tidak lolos. Dipastikan banyak kekecewaan dan penyesalan dan dipenuhi banyak tanya, mengapa dia gagal? Terutama bagi siswa yang selama ini memiliki ranking di kelas yang sangat tinggi, menonjol dalam banyak mata pelajaran, dan bahkan seabgreg aktivitas ekstrakulikuler yang penuh prestasi, tetapi mereka gagal menembus SNMPTN.

Beberapa siswa merasa begitu yakin lolos melalui jalur undangan ini, karena berada pada rankgin tertinggi dikelasnya, namun saat pengumuman namanya tidak ada, itu menjadi sangat "menyakitkan" bagi siswa.

Saat ini, jalur "undangan" atau lebih dikenal sebagai SNMPTN, Saringan Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri, menjadi pilihan yang sangat prestisius dan bergengsi. Dan siswa yang lolos dianggap siswa yang sungguh-sungguh memiliki kualifikasi top atau the best qualification.

Sehingga saat dinyatakan lolos, maka siswa tersebut "betul-betul masuk pada program studi yang dimimpi-mimpikannya selama ini", sesuai dengan minat, bakat, dan kapasitas yang dimiliki. Demikian juga dengan PTN yang dipilihnya, pihak Univeristas Negeri telah menetapkan kriteria terbaik untuk memilih siswa terbaik.

Itu sebabnya, bisa dimengerti kalau siswa-siswa yang diterima merasa sangat bangga menjadi yang terbaik. Dan situasi ini tentu saja menjadi modal kunci dan dasar untuk membangun motivasi belajar yang sangat kuat dan mengakar. Yang pada akhirnya, mahasiswa ini nanti tidak sekedar hanya selesai menjadi Sarjana saja, tetapi menjadi sarjana-sarjana terbaik bagi Negeri ini untuk menjadi lebih maju.

Bagi siswa yang belum lolos SNMPTN masih tersedia jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri atau SBMPTN dan jalur Mandiri masing-masing PTN. Walaupun demikian, persaingan masih tetap sangat ketat, karena jumlah kapasitas PTN sangat terbatas sementara yang membutuhkan sangat banyak.

Tahun lalu saja, 2017, yang diterima melalui SBMPTN hanya 148.066 dari 797.738 siswa yang mengikuti seleksi. Dan kalaupun gagal masuk Universitas Negeri, masih tersedia kesempatan pada Perguruan Tinggi Swasta, terutama yang memiliki kemampuan finansial yang memadai.

Inilah realitas yang harus dihadapi oleh siswa-siswa. Situasi ini pada satu sisi tentu baik. Yaitu, memacu semangat siswa,sekolah dan keluarga untuk belajar dengan baik dan efektif bagi siswa. Kalau mau memenangkan persaingan masuk PTN, maka harus dipersiapkan sejak awal, tidak saja saat masuk kelas X, tetapi sejak sekolah dasar. Anak-anak diberitahu dan didorong untuk memiliki inisiatif belajar yang kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun