Mohon tunggu...
Yuni Fajariyah
Yuni Fajariyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - yunifa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pelecehan Seksual dalam Kampus

8 Desember 2021   17:02 Diperbarui: 8 Desember 2021   17:07 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (2011) menegaskan bahwa pelecehan seksual (sexual harassment) merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual yang menjadi masalah dunia. Secara umum pelecehan seksual merujuk pada perilaku yang ditandai dengan komentar-komentar seksual yang tidak diinginkan dan tidak pantas atau pendekatan-pendekatan fisik berorientasi seksual yang dilakukan di tempat umum atau situasi kerja, profesional atau sosial, bahkan sekolah dan kampus sering terjadi kekerasan seksual. Pada jurnal yang berjudul The Structure of Sexual Harassment: A comfirmatory analysis across cultures and settings yang terbit tahun 1995, Gelfand, Fitzgerald, serta Drasgow mengkonseptualisasikan bahwa pelecehan seksual menjadi tindakan berkonotasi seksual yang tidak diinginkan, yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang terhadap orang yang terdiri atas tiga pandangan yaitu pelecehan gender (gender harassment), perhatian seksual yang tak diinginkan (unwanted sexual attention) dan  pemaksaan seksual (sexual coercion), (Rusyidi, 2019).

Pada hal pelecehan seksual bukanlah jumlah yang dilihat, melainkan peristiwa terjadinya. Bayangkan Jika pelecehan tersebut terjadi pada teman dan sahabat, kerabat, atau bahkan keluarga dan saudara kita, maka suatu insiden yang telah terjadi itu sangat jelas kita rasakan kesedihannya dari dampak tersebut. Karena dampaknya adalah menghancurkan harga diri, dan  hari-hari kedepannya bahkan masa depan seseorang yang kita cintai yang menjadi korban dari pelecehan seksual. Sehingga sebisa mungkin tindak pelecehan ini tidak terjadi baik di lingkungan warga , di kantor, di kampus ataupun di mana saja. (Sadli, 2010).

Sehubungan dengan dampaknya di kondisi psikologis korban, kekerasan seksual juga diklaim menjadi little rapes meskipun pemerkosaan tidak harus sebagai bagian asal pelecehan seksual. Sebagaimana yang terjadi dari korban pemerkosaan, wanita korban pelecehan seksual juga kehilangan 2 kebutuhan dasarnya yaitu rasa safety serta rasa percaya dari orang lain ataupun di dirinya sendiri.

Pelecahan gender ini merupakan perilaku merendahkan perempuan secara seksual di suatu perkumpulan/kelompok seperti membuat gurauan atau komentar tentang perempuan yang menjadi objek seks, perilaku pelecehan gender juga bisa saja dengan memamerkan/mendistribusikan foto/gambar tubuh dari objek seks tersebut. Dan pelecehan ini bisa terjadi juga melalui ucapan dan bahasa tubuh yang secara seksual mengejek penampilan, bentuk tubuh yang dilihat dari pakaian seseorang, atau mempertontonkan atau penyebarkan pornografi.

Terjadinya kekerasan ini adalah adanya paksaan dari pelaku pada korban yang terus-menerus mengajak untuk melalukan hubungan dan juga mengancam korban, seperti misalkan pelaku secara diam-diam mengambil foto korban yang menjadi aib dari diri korba seperti foto pornografi, dengan menggunkan foto itu pelaku mengancam jika korban tidak mau melakukan hubungan seks dengannya maka pelaku akan menyebarkan luaskan foto tersebut dan itu termasuk perilaku penyebaran pornografi yaitu pelecehan gender. Upaya kekerasan seksual juga dengan menyentuh bagian tubuh yang tidak diinginkan secara tiba-tiba tanpa meminta persetujuan dari yang mempunyai tubuh, dan juga upaya lainnya seperti mengirimkan kata-kata cabul lewat pesan dan mengajukan pertanyaan tentang kehidupan seksual seseorang. Sedangkan pemaksaan seksual umumnya berbentuk suapan atau ancaman, misalnya pemaksaan tindakan seksual dengan imbalan yang berhubungan dengan pekerjaan atau pendidikan korban.

Pelecehan seksual ini umumnya terjadi di wilayah-wilayah yang di pandang aman seperti sekolah, universitas/kampus, asrama mahasiswa, dan tempat kerja. Dan yang biasanya dikenal tidak lain pelakunya adalah teman, rekan kerja, senior, pimpinan kerja, dan bahkan guru/dosen. Di Indonesia sendiri kekerasan seksual adalah sebuah fakta sosial yang dimana kejahatan seksual ini banyak terjadi, namun jarang para korban kekerasan seksual untuk melaporkannya ke pihak yang berwenang, karena para korban diancam agar oleh pelaku agar tidak melaporkannya. Seperti halnya saja mahasiswa di sebuah universitas disaat dia ingin melakukan bimbingan skripsi teteapi dosen tersebut memberi syarat kepada mahasiswa tersebut untuk melakukan suatu hubungan terlebih dahulu jika mahasiswa tersebut tidak mau maka mahasiswa tersebut tidak akan dapat bimbingan, dan jika itu terjadi secara tidak izin maka korban tentu harus melaporkan nya kepada dekan kampus, namun jika mahasiswa itu melaporkannya maka mahasiswa tersebut tidak akan diberikan lulus kuliah karena hal seperti itu. Dari hal tersebut menimbulkan dampak negatif bagi psikologis korban dan sosial korba, serta bagi pihak lain yang penyaksikan.

Jika kita mengingat bahwa adanya pelecehan seksual yang terjadi dalam kampus baik itu dilakukan oleh civitas, pegawai, dosen maupun mahasiswa sekalipun yang diakibatkan adanya ketimpangan kekuasaan dalam relasi gender. Maka perlu ada kebijakan institusional mencegah kekerasan seksual, agar hal tersebut tidak terjadi pada perempuan-perempuan yang akibatnya berdampak pada diri dan psikisnya. Adanya kebijakan ini sangat penting, karena selain menjaga citra dari kampus tetapi juga menjaga hak-hak orang lain. Dan untuk diri sendiri agar kita tidak mengalami hal tersebut agar kita dijauhkan dari hal tersebut, kita harus menjaga iman kita agar kita selalu diberikan perlindungan oleh tuhan dan dijauhkan dari hawa nafsu yang berasal dari setan, dan kita juga jangan terlalu mudah percaya pada orang lain apalagi pada lawan jenis, sedekat apapun kita dengan lawan jenis tetapi kita juga harus memiliki batasan agar tidak terjadi hal seperti kekerasan seksual ini.

Daftar Pustaka :

Rusyidi, B. (2019). PENGALAMAN DAN PENGETAHUAN TENTANG PELECEHAN SEKSUAL: STUDI AWAL DI KALANGAN MAHASISWA PERGURUAN TINGGI. Social Work Jurnal, 9, NO. 1, 75-85. doi:10.24198/share.v9i1.21685
Sadli, S. (2010). Berbeda tetapi setara: pemikiran tentang kajian perempuan. Dipetik May 24, 2020, Books: https://books.google.co.id/books?id=VWcFdXwUiTEC&hl=id&source=gbs_slider_cls_metadata_3_mylibrary

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun