AWAL tahun 2020 kawasan Jabodetabek dan Bandung diguyur air hujan sampai tenggelam di beberapa tempat. Kemudian baru kemarin, sejumlah jalan protokol di kawasan barat Surabaya, Jawa Timur, terendam banjir, Rabu Kliwon (15/1/2020 bertepatan dengan 19 Jumadil Awal) setelah hujan deras turun pada sore hingga malam hari.
Pantauan Kompas.com, sejumlah jalan protokol yang terendam banjir berada di Jalan Mayjen Sungkono Jalan Adityawarman, Jalan Hayamwuruk, dan Jalan Indragiri.
Situasi tersebut hampir mirip tahun 2014 lalu, di awal tahun juga, Indonesia diguncang bencana banjir yang melanda Manado, Jakarta, dan beberapa kota di Jawa Tengah, serta Jawa Timur. Secara nasional, dibandingkan akhir 2013-awal 2014, situasi sekarang lebih mending.
Sewaktu tahun 2013-2014 dulu, ada juga bencana gunung berapi yang melanda kabupaten Karo (Sumatera Utara) sejak bulan-bulan terakhir 2013. Belum ditambah letusan Gunung Kelud (Kediri, Jawa Timur) yang abunya sampai ke Bandung (Jawa Barat).
Jadi teringat dulu, mantan Presiden RI, almarhum Prof. Baharuddin Jusuf Habibie pernah membedakan bencana ini menjadi 2 (dua), yaitu bencana alam dan bencana sosial.
Bencana alam yakni misalnya gempa, banjir, meletusnya gunung berapi, dan tanah longsor. Sedangkan bencana sosial ialah contohnya kemiskinan, pengangguran, dan konflik dalam masyarakat. Di tulisan ini akan dibahas khusus mengenai bencana alam.
Problematika bencana yang saat ini dialami merupakan ujian berbangsa dan bernegara. Dikarenakan pertama, bencana (khususnya gunung berapi dan gempa) merupakan konsekuensi dari keberadaan kita di ring of fire sehingga menjadi keniscayaan untuk selalu terjadi bencana --dalam bentangan wilayah dari Sabang sampai Merauke- pada setiap tahun atau bahkan bulan.
Kedua, mencoba menguji kepedulian kita sebagai warga negara atas empatinya kepada sesama, dan ketiga ujian untuk pelaksanaan reformasi birokrasi kita terutama dalam koordinasi dan pelayanan kepada masyarakat.
Apabila disimpulkan dalam skup yang lebih umum, maka bencana merupakan ujian untuk kembali menghadirkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan peri kehidupan berbangsa serta bernegara. Terutama dalam aspek ketuhanan, kemanusiaan, kebersatuan, permusyawaratan, dan keadilan sosial, sesuai dengan sila-sila dalam dasar negara kita tersebut.
Pertama, dalam aspek ketuhanan, disadari bahwa segala musibah ataupun nikmat merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam hal ini saya mengutip tulisan Nasarudin Umar (mantan Wamen Kemenag, sekarang imam besar masjid Istiqlal).
Jika mengutip dari harian Jurnal Nasional (24/01/2014) bahwa bencana atau bala' dapat dibedakan antara balaun khasanah dan balaun sayyiah. Balaun khasanah berarti ujian/ kebencanaan yang baik seperti bertambahnya rejeki, kenaikan jabatan (promosi), dan prestasi.