Jakartaku
Duduk dikursi taman. Ia sendirian . Pikirannya terus melayang. Ratri berjalan bolak balik antara rumahnya yang mewah dan taman perumahan di depan rumahnya. Sesekali ia duduk dikursi taman ditepi kolam, memperhatikan air yang tenang.
Ratri, ia istri simpanan seorang pejabat. Disimpan di rumah yang mewah di jaga satpam lima. Ia dikenalkan kepada tetangganya sebagai keponakan yang datang dari kampungnya, Ngawi.
Seekor burung tekukur liar mengagetkan lamunannya. Burung itu hinggap dekat sekali disepatu merahnya yang ia lepas. Sebentar kemudian. Seekor burung tekukur lainnya hinggap disebelahnya. Mereka sepertinya tak sadar Ratri mengamatinya.
Dari suaranya dapat diduga bahwa burung kedua adalah sijantan. Ia bernyanyi memamerkan suara merdunya. Sepasang tekukur membuat Ratri iri. Hatinya teriris dan terasa perih.
Ratri tersenyum, barangkali ia membayangkan kemewahan yang kini dimiliki. Namun seketika air mata menetes membasahi pipinya yang merah. Pikirannya kembali melayang mengingat rumahnya yang dijaga satpam lima. Rumah yang setiap hari mengurung dirinya, mengingatkan bangunan tinggi dimana teman suaminya mendekam selama tujuh tahun akibat korupsi.
Telpon genggam ditangannya bergetar. Ratri segera membaca sms nya. “Segera pulang, siapkan keperluan. Kita akan ke Bali tujuh hari”
Ratri segera bergegas. Ia berdiri menghampiri sepatu merahnya lalu bergegas menuju rumahnya. Dua sejoli tekukur terbang bersamaan.
Ratri berbenah di kamarnya. Airmatanya terus bercucuran. Ia memenuhi koper dengan barang barangnya sendiri. Ia tidak menyiapkan keperluan ke Bali. Ratri menyiapkan diri pulang ke Ngawi.
Pintu kamar terbuka bersamaan dengan suara seorang pria memanggilnya. “Ratri kemari sebentar” Fadli suami Ratri telah berada di ruang keluarga. Ia seperti tergesa gesa membereskan berbagai keperluan.
Ratri duduk di kursi, didepan Fadli. “Mas aku tidak ikut ke Bali” “Aku mau pulang ke Ngawi” “Aku minta cerai”
Depok 23 Maret
2016