Mohon tunggu...
Veronica Yuliani
Veronica Yuliani Mohon Tunggu... Guru - Guru bahasa yang jatuh cinta dengan cello, panflute, dan violin.

Menulis untuk berbagi dan menginspirasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Takut Berutang, Salahkah?

13 Agustus 2020   13:15 Diperbarui: 13 Agustus 2020   13:22 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengingat sepanjang hidup saya rasa-rasanya belum pernah saya mecoba untuk berutang lebih dari 200 ribu rupiah. Saya adalah orang yang takut atau tidak mau berisiko dengan urusan utang piutang. 

Bagi saya itu menakutkan. Mungkin pola pemikiran saya terbentuk karena didikan keluarga. Sepengetahuan saya, orang tua saya juga tidak pernah mencoba atau punya pengalaman berutang dalam jumlah besar, apalagi berhutang kepada bank atau bahkan rentenir.

Keluarga kami bukan keluarga yang berkecukupan. Kami adalah keluarga petani yang biasa-biasa saja. Mungkin, justru karena itulah keluarga kami tidak pernah mau berisiko dengan berutang karena kami sadar tidak memiliki jaminan apa pun untuk membayarnya. 

Keluarga kami selalu mencukupkan diri dengan yang kami miliki. Jika kami kekurangan atau kesulitan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, ibu saya lebih memilih menjual daun-daun pisang atau daun singkong muda yang kami tanam di pekarangan kami daripada harus berhutang.  

Saya sering mendengar cerita-cerita menakutkan orang yang telilit utang hingga menghabiskan harta benda, sawah, ladang, dan rumah hanya untuk membayar utang. 

Hal ini pernah terjadi pada om saya. Om saya meminjam sejumlah uang kepada salah satu bank dengan menjaminkan sertifikat tanah dan rumah yang dimilikinya. 

Pada akhirnya om saya yang juga hanya petani tidak mampu mencicil angsuran dan melunasi utang kepada bank hingga tanah beserta rumah yang ditempatinya hampir disita jika saja keluarga kami yang melunasinya dengan menjual hewan ternak yang kami miliki. Kejadian ini sempat menimbulkan pertengkaran di tengah keluarga kami.

Cerita lain yang menakutkan pernah saya dengar dari teman saya adalah keponakan teman saya yang telilit utang online hingga puluhan juta hanya demi memenuhi gaya hidup supaya diakui oleh teman-temannya. Pada akhirnya keluarga juga yang menerima getahnya, menanggung susah melunasi utangnya.

Pinjaman online marak akhir-akhir ini. Sekalipun tahu bunganya tinggi herannya tetap saja ada orang yang mau berisiko berutang online. Menurut cerita-cerita dari teman saya pinjaman online risikonya lebih mengerikan. 

Mereka mengatakan pemberi pinjaman memiliki hak untuk mengakses semua kontak di hp peminjam. Jika mereka terlambat atau tidak dapat melunasi utang maka pihak pemberi pinjaman akan menelepon semua orang yang ada di kontak hp peminjam tadi dan menagih atau menyuruh mengingatkan si peminjam utang untuk membayar. 

Mereka menelepon tidak pandang bulu entah itu anak sekolah, entah itu bos peminjam, keluarga, teman. Semua ditelepon dengan bahasa yang tidak sopan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun