Mohon tunggu...
Yuliane Monic
Yuliane Monic Mohon Tunggu... -

Pelajar Ganesha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Maluku Utara : Seribu Pulau, Seribu Budaya

29 Oktober 2015   00:18 Diperbarui: 29 Oktober 2015   00:59 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Indonesia memiliki sekitar 13.000 pulau, dimana 1000 pulau diantaranya merupakan bagian dari provinsi Maluku. Oleh karena itu provinsi kepulauan ini dikenal dengan julukan Tanah Seribu Pulau. Sejak tahun 1999, Maluku Utara resmi menjadi provinsi baru dengan ibukota Ternate. Maluku Utara adalah bekas peradaban empat kerajaan Islam terbesar di timur Indonesia, atau disebut Kesultanan Moloku Kie Raha yang terdiri dari : Kesultanan Bacan, Kesultanan Jailolo, Kesultanan Tidore, dan Kesultanan Ternate.  Hal inilah yang menjadi alasan hingga hari ini budaya dan unsur Islam masih kental di masyarakat.

Pada tahun 2014, aku bersama tim Ekspedisi NKRI Koridor Maluku dan Maluku Utara berkesempatan menginjak tanah bersejarah itu. Aku tinggal di Labuha, Pulau Bacan serta melakukan penjelajahan ke sekitar sepuluh desa yang tersebar di empat pulau besar dan beberapa pulau kecil di Maluku Utara. Aku membaur dengan kehidupan warga, tinggal di rumah mereka, makan semeja dengan mereka, dan mendecak kagum pada setiap budaya dan tradisi mereka.

Aku tidak menyangka bahwa gugusan kepulauan Nusantara yang indah memang benar adanya. Detik itu pula aku menyadari makna “Bhinneka Tunggal Ika” yang sesungguhnya. Aku baru percaya ketika aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa Indonesia memang memiliki beragam suku bangsa, bahasa, dan budaya. Di pulau-pulau yang aku singgahi, tinggal suku Bacan, Galela, Tobelo, Bajo, Buton, Gane, Makian, dan Kayoa. Begitulah pesona Indonesia wilayah timur yang belum banyak diketahui orang!

Setibanya di Pelabuhan Babang, Pulau Bacan, rombongan kami disuguhi tarian selamat datang yaitu “Soya-soya” di kantor Bupati Maluku Utara. Soya-soya artinya penjemputan dalam bahasa Maluku. Tarian ini dibawakan oleh jumlah penari tak terbatas namun harus ganjil, biasanya untuk menyambut tamu agung. Gerakan tari Soya-soya sangat dinamis dan penuh semangat karena menceritakan semangat pasukan kesultanan Ternate saat berperang melawan Portugis.

Ketika menari mereka mengenakan baju putih yang disebut taqoa, celana panjang putih, dan rok rumbai warna merah, hitam, kuning, dan hijau. Di bagian kepala dipasang ikat kepala berwarna kuning yang disebut tuala lipa atau lipa kurcaci dalam bahasa Ternate. Senjata yang dibawa berupa ngana-ngana, seruas bambu dengan hiasan daun palem warna senada dengan rok rumbai, di tangan kanan dan perisai (salawaku) di tangan kiri. Aksesoris lain berupa kerincingan untuk meramaikan gerakan. Sedangkan alat musik yang mengiringi berupa tifa dan gong.

Setelah menetap di Labuha, Pulau Bacan, selama seminggu kami bersyukur bahwa kami akan makin sehat empat bulan ke depan. Bagaimana tidak, lauk utama masyarakat disini adalah ikan yang tinggi protein. Tiga kali sehari kami makan dengan lauk ikan, selain harganya lebih murah dari ayam, ikan lebih mudah didapatkan di pulau ini.

Kontras dengan keadaan di Pulau Jawa, ayam merupakan komoditas langka disini. Sekitar seminggu sekali kapal besar dari Ternate yang membawa sayur-sayuran segar, daging ayam, dan daging sapi merapat ke pelabuhan Babang. Tak pelak, harga daging ayam dan daging sapi melambung tinggi hingga dua kali harga di Pulau Jawa. Namun orang Maluku tidak pernah merasa pelik akan keadaan ini, terlihat dari wajah berseri mereka sepanjang hari. Selain ikan, di Indonesia Timur terkenal akan makanan pokonya berupa sagu atau yang telah diolah menjadi papedaMakanan mirip lem ini cukup lengket dan menggeliat di dalam mulut.

Namun sensasi ini yang membuat papeda cocok dimakan dengan olahan ikan sebagai lauknya. Apalagi ditambah colo-colo yang membuat air liur dan keringat berlomba mengucur. Colo-colo adalah sambal khas Maluku, terbuat dari tomat dan cabai yang dipotong kecil-kecil lalu diberi sejumput gula dan garam. Ketika kombinasi papeda, ikan bakar, dan colo-colo sudah di depan mata, maka nikmat Tuhan yang mana lagi yang kau dustakan?

Komoditas utama Maluku Utara yang diperbincangkan hangat oleh penjajah zaman dahulu adalah pala dan cokelat. Selama disana, aku berkesempatan mencicip “sejarah” itu baik pala mentah maupun olahan, pun cokelat. Pala merupakan rempah yang diambil kulitnya, sedangkan buah cokelat diambil bagian bijinya. Keduanya dijual dalam keadaan kering. Selain berprofesi sebagai nelayan, mayoritas penduduk Maluku utara juga bekerja di kebun pala dan cokelat mereka. Sehingga kita akan dengan mudah melihat hamparan kulit pala dan biji cokelat dijemur di terik siang pada halaman-halaman rumah warga.

Tidak akan habis Maluku Utara untuk diceritakan, pantainya, lautnya, senjanya, terumbu karangnya, bintang lautnya, air terjunnya, matahari tenggelamnya, batu Bacannya, dan budaya tradisinya. Tradisi yang paling berkesan bagiku adalah ‘Turun body” yaitu syukuran atas berlayarnya body (kapal sedang, istilah di Maluku)  untuk pertama kalinya oleh seorang warga kepada tetangga-tetangganya. Aku berkesempatan mengikuti tradisi ini saat berada di Desa Doko, Pulau Kasiruta.

Warga desa berduyun-duyun menuju pantai tempat body selesai dirakit dan siap dilepas ke lautan. Mereka bersama-sama akan menarik body yang telah diawali dengan doa-doa dipimpin oleh seorang ustadz. Sedikit berlari, sedikit diseret, semuanya bersemangat, seperti semangat matahari pagi itu yang akan menampakkan dirinya.

Ya, ritual ini dilakukan tepat setelah warga menunaikan shalat subuh. Tak lupa, ayam yang telah disembelih, digantungkan di ujung moncong body dengan dalih penolak bala. Setelah pelepasan body selesai, sang pemilik body baru membagi-bagikan jajanan kepada hadirin yang telah datang.

Terima kasih Maluku Utara atas pelajaran dan kenangan manisnya, semoga aku bisa menginjak tanahmu lagi dan menemukan harta karun berupa tradisi dan budaya yang lebih banyak suatu hari nanti!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun