Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghayati Siklus Hidup Manusia Melalui Tembang Macapat

28 Maret 2025   16:04 Diperbarui: 28 Maret 2025   16:04 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak anak sedang nembang Macapat (sumber gambar: Wikiwand

Beberapa hari yang lalu saya mengikuti sebuah pengajian yang membahas tentang penyebaran agama Islam di Pulau Jawa yang dilakukan oleh para wali songo.

Pengajian ini merupakan bagian dari pembukaan acara Cinta Menulis Al Qur'an yang saya tulis sebelumnya.

Dalam ceramah pagi itu disampaikan bahwa menulis Al Qur'an bersama, seperti kegiatan kami pagi itu, adalah sebuah cara untuk menyebarkan agama Islam dengan pendekatan budaya, seperti halnya wali songo yang dulu menyebarkan agama Islam dengan pendekatan ini.

Agama Islam ada di Pulau Jawa sejak abad ke 11,  tapi mengalami perkembangan yang pesat pada abad 14-15 sejak dakwah yang dilakukan oleh wali songo.

Salah satu penyebab dakwah tersebut mudah diterima adalah karena dakwah dilakukan dengan media budaya yang di antaranya lewat berbagai macam tetembangan.

Tentang Tembang Macapat

Ilustrasi sedang nembang Macapat (sumber gambar: Antara News.com)
Ilustrasi sedang nembang Macapat (sumber gambar: Antara News.com)
Tembang Macapat adalah bentuk puisi tradisional Jawa yang memiliki aturan tertentu dikaitkan dengan jumlah baris, jumlah suku kata dan bunyi akhir tiap baris 

Aturan tentang jumlah baris tiap bait dinamakan guru gatra, jumlah suku kata tiap baris dinamakan guru wilangan sedangkan bunyi akhir tiap baris dinamakan guru lagu.

Diperkirakan bahwa macapat muncul jauh sebelum datangnya Islam, dan tembang ini banyak digunakan oleh wali songo dalam menyebarkan agama Islam.

Tembang Macapat ada sebelas macam, mulai dari Maskumambang, Mijil, Sinom, Kinanti , Asmaradana, Gambuh, Dandanggula, Durma, Pangkur, Megatruh dan Pocung. Tembang- tembang tersebut menunjukkan siklus hidup manusia mulai dari dalam kandungan ibu hingga kembali kepada Sang Khaliq.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun