Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Teman

30 Oktober 2020   08:17 Diperbarui: 30 Oktober 2020   08:29 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Long weekend kali ini saya isi dengan mendengarkan musik, ngopi, baca buku dan santai di rumah saja. Tanggalnya kurang bersahabat,  jadi tidak ada acara jalan-jalan. Pagi ini ketika mendengarkan dentuman drum  Phil Collins dalam lagu In the Air Tonight tiba-tiba saya ingat pada teman saya. Bukan sekedar teman baik, karena kedekatan kami sudah seperti saudara.

Bicara masalah teman selalu menyenangkan. Betapa tidak? Tuhan begitu baik telah memberikan teman- teman yang inspiratif di sekitar saya. Bagaimanapun karakter teman, mereka selalu memberikan pelajaran dan sumber inspirasi saya.

Saya ingin bercerita sedikit tentang teman saya ini. Sebenarnya sejak TK kami sudah satu kelas. Tapi karena kami masih kecil, saat itu kami kurang mengenal satu sama yang lain.

Saat masuk SD kami terpisah. Ketika itu untuk masuk SD yang bagus kami dites tanya jawab dan terakhir menyanyi. Teman saya ini pintar cerita (bahasa Jawanya ethes) dan pandai menyanyi. Sementara saya penakut dan tidak pintar menyanyi. Akhirnya teman saya berhasil masuk SD yang bagus sementara saya masuk ke SD yang peringkatnya di bawahnya. Enam tahun berpisah membuat kami tidak begitu kenal lagi.

Saat test masuk SMP ternyata kami diterima di SMP yang sama. Tiga tahun kami tiap hari berangkat dan pulang sekolah bersama. Jalan kaki lagi, membuat kami kian hari kian akrab.

Di tingkat selanjutnya  ternyata kami masuk SMA yang sama dan di tahun kedua saat penjurusan, kami satu jurusan,  satu kelas dan satu bangku pula. Bisa dibayangkan bagaimana akrabnya hubungan kami. Layaknya anak SMA kami sering belajar, ngrumpi dan jalan jalan bareng. Bahkan kami punya selera musik yang hampir sama. Kami sama-sama menyukai Phil Collins, Vina Panduwinata, Ebiet dan Utha Likumahuwa.

Mungkin karena latar belakang ekonomi keluarga yang hampir sama, kami bisa memahami satu dengan yang lain dengan baik. Kami  sama-sama berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja.

Saat SMA saya selalu bawa uang saku pas-pasan. Uang saku saya saat itu hanya cukup untuk makan dua kue donat tanpa minum. Meski saya tidak pernah bertanya, saya pikir kondisi teman saya sama saja.

Tapi saat itu kami sudah mulai berusaha sedikit-sedikit mencari uang. Saya memberikan les matematika pada anak SD, dan teman saya membantu ibunya menerima pesanan kue-kue. 

Saat menerima uang les saya bisa mentraktir teman saya makan bihun dan es dawet.  Duh... Makan bersama seperti itu membuat saya merasa seperti orang kaya. Demikian juga saat teman saya mendapat rezeki lebih,  ganti saya yang ditraktir bihun dan es dawet. Pendek kata bihun dan es dawet adalah perayaan saat-saat istimewa kami.

Hingga akhirnya saat masuk kuliah kami berpisah. Saya kuliah di Malang dan teman saya di Bandung. Kira-kita lima belas tahun kami  terpisah tidak ada kabar berita. Akhirnya era Hp dimulai, dan melalui bantuan seorang teman  kami  bisa terhubung kembali. Saat itu masing-masing kami sudah berkeluarga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun