"Ini kamu betul Ardan? Koq bisa sampai di sini?"
"Ning, aku perlu ketemu kamu. Ada yang harus kita selesaikan. Aku gak enak karena pakai HP teman. Aku masih disekitar Bandara.
"Kalau gitu biar aku hubungi balik" Tanpa basa-basi Nuning segera memutuskan pembicaraan. Belum habis rasa kaget Ardan, telepon milik Alit sudah berbunyi. Ardan meminta izin Alit mengangkatnya. Alit hanya memberikan isyarat lewat tangannya untuk mempersilahkan Ardan memakai lagi telepon miliknya.
"Halo?"
"Dan, ini aku Nuning. Dan maaf, aku gak bisa ketemu kamu. Seperti yang sudah aku sampaikan dua bulan lalu. Aku harap kamu mau mengerti" Terdengar Nuning seperti menahan isak tangisnya.
"Iya tapi ada apa? Gak bisa kamu sepihak seperti itu. Ada yang salahkan dengan aku? Dengan kita? Dan kamu gak adil memperlakukan aku seperti ini" Ardan mulai terbawa emosinya. Lupa akan tujuannya yang seharusnya bertemu dengan Nuning kekasihnya.
"Aku hanya bisa minta maaf Ardan. Silahkan kamu membenci aku setelah ini dan mungkin selamanya. Tapi aku yakin ini buat kebaikan kita.."
"Kita? Kita siapa?" Ardan langsung memotong pembicaraan itu. Suara tangis Nuning pecah dikejauhan.
"Ayo Nuning, kita bisa ketemu dan bicara baik-baik. Aku siap dengan segala penjelasan kamu. Aku hanya ingin tahu duduk perkaranya. Itu saja. Aku juga tidak akan mengemis ke kamu untuk bisa terus mau sama aku. Gak Ning. Aku akan tinggalin kamu kalau memang itu yang kamu mau. Kalau memang itu bisa buat kamu senang atau bahagia. Tapi jelas, kebahagiaan itu bukan untuk aku" Ardan mencoba lebih tenang dan dapat menguasai emosinya sekarang. Sementara Alit terlihat asyik membaca sebuah buku. Entah apa judulnya Ardan tidak mengerti. Semua tertulis dalam bahasa kanji.
"Cukup Ardan, cukup... Aku juga tidak bisa menerima keadaan ini. Itu sebabnya aku juga gak bisa temuin kamu saat ini. Aku juga sakit, tapi ini harus aku lakukan" sambil terisak Nuning mencoba menjelaskan ke Ardan
"Aku harus pergi karena sakit yang aku derita. Tidak perlu aku jelaskan. Yang pasti kelak aku tidak akan bisa mempunyai keturunan. Itu yang aku sembunyikan Ardan. Itu yang menjadikan aku merasa berdosa terus menerus ke kamu. Apalagi meningat kamu adalah anak lelaki satu-satunya dan pertama di keluarga. Aku yakin tidak hanya kamu. Bahkan kedua orang tua mu pun kelak berharap akan bisa menggendong cucunya. Ardan, aku ke Jepang bukan untuk sekolah. Tapi untuk berobat. Maafkan aku.. maafkan aku..." Suara tangis Nuning tidak pernah berhenti selama berbicara. Sementara Ardan hanya menyimak dengan penuh penyesalan.Jadi selama ini Nuning membohongiku? Jadi selama ini Nuning menyembunyikan sesuatu dariku? Kenapa dia tidak berterus terang? Kenapa dia tidak cerita? Ah begitu banyak pertanyaan di kepala Ardan. Tapi seolah dia tidak sanggup untuk mengeluarkan satupun pertanyaan-pertanyaan itu.