Bismillahirrahmanirrahim.
Di dunia yang sudah serba kemajuan teknologi ini, semuanya sekarang serba artificial intelligence alias AI. Mau mencari jawaban pelajaran, pakai AI. Mau mencari restoran baru, pakai AI. Bahkan kalau mau membuat gambar atau lukisan, pakai AI. Tinggal ketik prompt, langsung jadi.
Sebagai orang yang bermimpi punya pekerjaan di industri kreatif, mengedit video dan segala macam, saya dapat berargumen bahwa AI tidak seharusnya dinormalisasi di dunia industri kreatif. Mungkin boleh saja untuk membuat video dari gambar diam, asalkan hasilnya bagus dan tampak nyata. Saya saat ini sedang belajar membuat video AI dari foto anggota tripleS dan grup K-pop lain. Hasilnya hampir sempurna, boleh saya akui. Saya tidak akan menunjukkannya di sini.
Tetapi untuk membuat gambar? No, sirree. Penggunaan AI untuk membuat gambar hanya akan membuat kita tampak malas dan maunya cepat. The best of artwork is still handmade and made with heart - karya seni terbaik dibuat dengan tangan dan hati. Orang yang kecilnya biasa berkarya dengan tangan, tidak akan terbiasa berkarya menggunakan AI.
Kita ambil contoh misalnya lukisan yang saya buat ini. Saya menghabiskan waktu 25 menit untuk menggambar lukisan gadis cilik ini dan menyelesaikan semua detailnya. Lama, tetapi lebih bagus daripada dengan penggunaan AI. AI bisa saja membuat gambar dengan style apa pun secara cepat, namun hasilnya belum tentu lebih bagus daripada bantuan tangan.
Mengapresiasi karya buatan tangan berarti menghargai pegiat industri kreatif yang bersusah payah menuangkan kreativitas mereka ke media cetak atau digital. Jadi, normalisasi AI untuk membuat karya seni seharusnya tidak diperbolehkan. Yuk, kita mulai mengapresiasi karya seni buatan tangan!
Tabik,
Yudhistira Mahasena
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI