Mohon tunggu...
Yudhi T.S.F. Lakumau
Yudhi T.S.F. Lakumau Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Kristen Duta Wacana

Suka berolahraga, bermusik dan membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Malaria merebak, Sumba terjebak

9 Juni 2025   19:50 Diperbarui: 9 Juni 2025   19:50 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pulau Sumba adalah pulau yang sangat kaya kan tradisi dan budaya yang sudah berlangsung secara turun temurun. Budaya yang ada juga sekaligus menjadi daya tarik wisatawan baik domestik, lokal maupun internasional yang setiap tahun datang untuk menyaksikan agenda-agenda tradisi yang terjadi di Sumba. Sumba barat, merupakan salah satu kabupaten di pulau Sumba yang seringkali menjadi tujuan wisatawan yang ingin menghabiskan masa liburannya, tak ayal tanah ini menjadi tanah yang memiliki potensi besar dalam sektor wisata. Tidak hanya wisata, tanah Sumba yang cukup produktif juga digunakan sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Komoditas seperti padi, jagung dan aneka sayur-sayuran menjadi yang utama dan juga merupakan penghasilan yang menjanjikan bagi masyarakat Sumba barat yang bekerja sebagai petani. Namun, dibalik keuntungan ini ada hal yang menjadi efek samping dan membuat masyarakat seolah “terjebak” didalamnya, apakah itu?
            Penyakit tular vektor yang berasal dari nyamuk merupakan masalah yang kerap kali menjadi polemik di kawasan Sumba barat. Kasus penyakit seperti Malaria dan DBD masih sering terjadi dan merebak di kalangan masyarakat, bahkan kedua penyakit ini sudah menimbulkan korban yang tidak sedikit. Dilansir dari data Badan pusat statistik NTT tahun 2025, di tahun 2021 tercatat 24.433 kasus penyakit malaria yang terjadi di kabupaten Sumba barat, dan sebanyak 88 kasus DBD di Sumba Barat daya. Kasus yang masih terus terjadi sampai sekarang menjadi hal yang sangat perlu perhatian. Gejala yang dapat ditimbulkan penyakit ini adalah demam, mual muntah dan nyeri adalah keluhan masyarakat yang terjangkiti kedua penyakit ini, sehingga meskipun kedua penyakit ini berbeda, namun penyebab dan faktor utamanya secara garis besar adalah sama, yakni keberadaan agen penular penyakit seperti nyamuk anopheles sp. dan aedes aegypti muncul akibat beberapa faktor. Pertama-tama perlu diketahui bahwasannya, daerah Sumba barat merupakan daerah endemik untuk kehidupan spesies nyamuk. Hal ini dikarenakan kelembapan dan kehangatan yang cukup di tanah Sumba Barat yang cocok untuk perkembangbiakan nyamuk, sehingga hal ini seharusnya mendapatkan perhatian khusus. Adapun faktor lain yaitu lahan persawahan yang cukup luas di Sumba Barat. Alasannya adalah genangan air yang merupakan tempat berkembangbiaknya jentik sebagai cikal bakal nyamuk. Logikanya, semakin besar genangan air yang ada maka akan semakin banyak jentik yang dapat hidup. Belum lagi dengan adanya keinginan pemerintah yang menghendaki untuk menambah panen, otomatis sepanjang tahun sawah akan selalu tergenang air, yang juga merupakan faktor semakin meningkatnya jumlah jentik dan nyamuk. Selain itu, Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mbiliyora dkk (2023), ada faktor kebiasaan masyarakat yang menampung air di drom dan membiarkan air tergenang seperti pada tempat minum babi ternaknya yang tidak lain juga menjadi  pertumbuhan nyamuk. Faktor berikutnya adalah minimnya kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria yang membuat mereka tidak terlalu memperhatikan sampah yang berserakan. Padahal, sampah yang bereserakan dapat menyumbat got atau selokan yang dapat membuat air terhambat dan tergenang. Selain itu, sampah seperti plastik juga dapat menjadi tempat air hujan tergenang dan wadah pertumbuhan jentik nyamuk.

            Usaha untuk menghentikan rantai pertumbuhan nyamuk penyebab penyakit dibutuhkan kerja sama yang kompak baik dari pihak masyarakat, pemerintah dan beragam stakeholder yang bersangkutan. Langkah yang harus dan wajib dilakukan pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan adalah membuka dan menyediakan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengetahui jumlah kasus penyakit yang terjadi. Dinas kesehatan harus lebih bekerja keras lagi untuk menyelenggarakan penyuluhan dan pelatihan terkait penyakit tular vektor yang disebabkan oleh nyamuk, agar masyarakat sadar dan paham dengan kondisi yang ada, masyarakat harus sadar bahwa daerah mereka adalah daerah endemik dari agen penyakit seperti DBD dan malaria. Sementara masyarakat, haruslah mulai merubah kebiasaan buruknya, seperti buang sampah sembarangan, membiarkan genangan air dan kurang waspada. Mulailah dengan tidak meninggalkan genangan air, membuang sampah pada tempatnya dan juga melakukan langkah-langkah pencegahan, seperti menggunakan kelambu sebelum tidur, menggunakan obat nyamuk untuk mencegah gigitannya dan selalu menjaga kebersihan lingkungan. Untuk menjaga kebersihan lingkungan, masyarakat dan pemerintah dapat bekerjasama menyelenggarakan kerja bakti dalam rangka gotong-royong untuk mencapai tujuan yang sama, yakni pemeliharaan lingkungan hidup. Apabila semua upaya dan usaha dilakukan secara konsisten, niscaya Sumba Barat pasti dapat memotong pertumbuhan nyamuk dan perkembangan penyakit tular vektor.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun