Sejatinya pendekatan marketing dalam panggung politik bukanlah sebuah jawaban, terlebih karena metodologi pemasaran produk berhubungan dengan benda mati yang tidak memiliki karakter ekspresif asali.
Politik menekankan esensi edukasi yang mencerdaskan, membebaskan serta menegakkan rasionalitas sebagai sendi utama berdemokrasi.
Dalam hal ini, perilaku para politikus menjadi bagian yang terlibat dan tidak terpisah didalam kerangka kerja politik tersebut.
Pada waktu krusial seperti saat ajang kontentasi pilihan presiden yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini, maka tim kampanye pemenangan para CaPres harus bekerja ekstra.
Ibarat pendekar yang hendak bertarung, maka semua jurus dipergunakan, termasuk pendekatan pemasaran produk, meskipun memiliki irisan yang bersisian namun tidak dalam proporsi utama.
Politik berorientasi kekuasaan, diinisiasi kader politik melalui kelembagaan kepartaian, jelas berbeda dengan produk yang bertujuan mendorong pembelian, diperkenalkan oleh para pemasar pada sebuah perusahaan.
Oleh karena itu, perspektif pemasaran politik lebih menekankan aspek komunikasi massa yang spesifik dengan pendekatan persuasif yang beretika, karena kita tengah membangun budaya suatu masyarakat bangsa dan bernegara.
Pemasaran produk bisa dilakukan secara acak dan sporadis, karena persepsi yang hendak dibangun ditujukan untuk mendapatkan transaksi tunai dan menjadi market leader yang menguasai gelanggang pasar.
Tentu berbeda bila dipertandingkan dengan kasus diwilayah politik yang berkaitan dengan pembentukan karakter dan jiwa yang dibutuhkan dalam tata kehidupan bernegara.
Faktor krusial yang menjadi titik tekan pada kampanye politik adalah efek dari kemampuan menyajikan solusi bagi permasalahan bangsa untuk kemaslahatan bersama.
Bila kecenderungan kampanye politik lebih didominasi melalui implementasi dan pendekatan promosi penjualan, maka yang terbentuk adalah politik transaksional, penuh kalkulasi nominal atas kue dan hajat nasional.