Ladang bisnis! Begitu perspektif yang terbaca dari anggota dewan yang terhormat, terkait alokasi anggaran kesehatan selama pandemi, yang termuat dalam sebuah artikel berjudul, "Corona itu Bencana, Jangan Jadi Ladang Bisnis" (Detik, 16/3).Â
Problemnya muncul bersamaan dengan sebutan bahwa terdapat praktik mafia rumah sakit, yang memanfaatkan situasi untuk mengeruk keuntungan finansial. Tuduhan mengerikan.
Bila sudut pandang ini tidak dibenahi, bisa jadi diskursus tersebut semakin menguat di tingkat publik dan diterima secara salah kaprah.Â
Pandemi kerap kali ditingkahi dan berubah menjadi bencana infodemik. Dimana kecepatan arus informasi tidak diimbangi akurasi, menimbulkan kesimpangsiuran pemahaman.Â
Situasi tersebut berpotensi menciptakan ruang konflik terbuka, yang justru dapat semakin melemahkan penanganan pandemi. Jelas berbahaya.
Setelah setahun berlangsung, pandemi masih dipandang secara tertutup, dalam ruang sempit teori konspirasi. Tidak hanya bagi sebagian publik, bahkan hingga anggota dewan terhormat.
Basis utama kekuatan melawan pandemi adalah informasi yang terbuka penuh kejujuran yang menciptakan ruang saling percaya -mutual trust.
Sesat Logika
Bersamaan dengan artikel tersebut, majalah Tempo (13/3) menurunkan laporan investigasi "Mudarat Darurat Corona", seolah semakin menguatkan prasangka awal tentang berbisnis.
Mari kita runut uraian argumen sebagaimana yang dilontarkan sang anggota dewan, berkaitan dengan wacana berbisnis covid, persis seperti yang diutarakan dalam artikel di media online.
Pertama: disebut sebagai kenakalan rumah sakit. Pilihan kata "nakal" diartikan sebagai kecurangan, berbuat diluar aturan yang ditetapkan, mungkinkah?Â