Tidak sopan! Begitu hasil rilis Microsoft dalam laporan Digital Civility Index (DCI) 2020. Kajian ini menyoal tingkat kesopanan digital saat berinteraksi di dunia maya.
Sesuai keterangannya, penelitian ini melibatkan 16.000 responden di 32 wilayah, termasuk Indonesia (Kompas, 25/2). Media sosial berperan besar dalam persoalan kesopanan digital.
Riset dari Microsoft ini juga berupaya mempromosikan interaksi online yang lebih aman dan lebih sehat, serta saling menghormati dalam pola relasi komunikasi sebagai perilaku digital.
Tidak lama kemudian, kolom komentar akun Instagram diserbu netizen Indonesia. Hal tersebut menyebabkan Microsoft menutup kolom komentar di sosial media (Detik, 28/2). Penelitian terbukti.
Laporan DCI selaras dengan pertumbuhan pengguna internet di tanah air yang semakin massif. Platform Hootsuite dan We Are Social memperlihatkan jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta atau 73,7 persen dari populasi (Kompas, 24/2).
Dominasi pengguna internet dikontribusi 96,4 persen melalui perangkat mobile smartphone. Fenomena ini menunjukkan bagaimana kehidupan kita semakin terintegrasi secara digital.
Relasi Teknologi
Bisa dikatakan internet telah menjadi bagian penting dari kehidupan individu dan sosial. Hal tersebut semakin terlihat disaat pandemi, ketika semua kegiatan terpaksa dilakukan dari rumah.
Pandemi membuat kita semakin dalam untuk beradaptasi dengan teknologi dan internet, tanpa terkecuali. Problemnya, ada kesenjangan antara tingkat kecanggihan teknologi dengan kecerdasan penggunanya.
Prinsip utamanya, ponsel pintar membutuhkan pengguna yang juga pintar -smartphone need smart user. Kecerdasan digital bukan bermakna kepintaran akademik, melainkan keadaban dalam mempergunakan teknologi dan internet.
Jika mengacu pada temuan DCI, tiga faktor yang mempengaruhi risiko kesopanan antara lain, (i) hoaks dan penipuan, (ii) ujaran kebencian dan (iii) diskriminasi, yang juga menjadi fenomena global.