Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Konspirasi dan Hiperealitas Pandemi

2 Mei 2020   06:14 Diperbarui: 2 Mei 2020   06:16 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bisa jadi. Kita makin kaya informasi, tapi miskin makna. Situasi pandemi yang tercipta, dinilai sebagai hiperealitas. Realitas yang ada, tidak sesuai dengan realitas yang dikehendaki. Realitas baru di konstruksi sesuai selera. Pembedanya kesadaran rasional.

Belakangan ini beredar diskusi tentang teori konspirasi, menjadi pembicaraan hangat. Pandemi serupa misteri, pada akhirnya menghadirkan berbagai argumen sebagai percobaan jawaban.

Tidak hanya itu, sebagian diantaranya bertindak lebih jauh, mempercayai klaim bahwa Covid-19 tidak lebih dari hasil rekayasa media yang melakukan peliputan secara hiperbolik, menciptakan ketakutan.

Efek dramatisme dan framing sengaja dibuat, dengan tujuan menebar kengerian, termasuk soal menyangkal kematian akibat Covid-19, sebagaimana yang ditampilkan selama ini. Kalkulasi bisnis dan mengejar rating penyebabnya?

Siapa sekarang yang bisa dipercaya? Benarkah konstruksi media sebagai konspirasi global? Sejatinya, pilihan untuk percaya itu tergantung anda. Satu hal yang tidak bisa ditolak, adalah keberadaan wabah yang memporak-porandakan seluruh sendi kehidupan, pada tingkat dunia.

Urgensi Menebak Motif

Ketakutan akan penularan wabah, menciptakan ruang stigma, membentuk sentimen serta tuduhan. China menjadi sasaran utama. Sebagian penganut teori konspirasi, menyebut Laboratorium Virologi Wuhan berkontribusi atas terciptanya Covid-19.

Bahkan, bagi Amerika yang saat ini menjadi seteru perang dagang negeri tirai bambu, tidak luput menyebutnya sebagai virus China. Bahkan menghentikan pendanaan WHO, karena dianggap lebih berpihak pada ketertutupan informasi China.

Tidak hanya itu, sebagian negara mulai mengambil ancang-ancang, untuk menggugat China dengan tuntutan kompensasi. Bila itu terjadi, kita akan melihat bagaimana mekanisme pengadilan dilangsungkan, dalam pertarungan kepentingan setiap negara.

Sebelumnya, ketika Amerika masih memandang sebelah mata virus ini. Semua pandangan tertuju pada Paman Sam, dicurigai sebagai dalang konspirasi, terlebih karena China dan Iran menjadi wilayah terdampak wabah secara telak. 

Arah angin konspirasi berubah, ketika Amerika menjadi episentrum baru daerah penularan wabah. Kepercayaan diri yang tinggi itu, sebut saja egoisme ala Paman Sam lantas runtuh dan mencari ruang pembenaran, sembari menunjuk hidung pihak lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun