Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Negara Gagal dan Akankah Punah?

25 Desember 2018   09:25 Diperbarui: 25 Desember 2018   15:26 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Inspiratif! Buku setebal 582 halaman, hasil tulisan Acemoglu dan Robinson, tentang "Mengapa Negara Gagal" menarik untuk dijadikan sebagai bahan kajian. Kedua penulis tersebut, mampu melakukan penelurusan arkeologi secara komprehensif, sebagaimana upaya Foucault dalam mencari akar pembelajaran terkait pengetahuan atas kehidupan masyarakat kuno. Pendekatan observasional dari Acemoglu dan Robinson, terlihat mendalam pada berbagai archieve -dokumen yang tersebar, serta berhasil dikumpulkan dibanyak tempat.

Pertanyaan mendasarnya, mengapa terjadi perbedaan antar negara-negara didunia? Hal itu kemudian dilanjutkan dengan kajian mengapa sebuah negara berhadapan dengan kegagalan? Hingga pada akhirnya kita akan bisa berujung pada tanya apakah negara bisa mengalami kepunahan? Situasi terakhir ini, tentang kepunahan, tampak menjadi perbincangan politik lokal.

Maka mulailah kita pada penjelajahan melalui aspek historisitas, bagaimana negara-negara awal bermula, fase kesejarahan yang dipicu oleh faktor penggerak internal masyarakat. Alat bantu analisis yang dipergunakan dalam kajian ini tipikal dengan pendekatan perspektif kritis, yakni perubahan masyarakat, terjadi melalui gerak model produksi dipicu kelas-kelas sosial dalam masyarakat.

Kepentingan ekonomi menjadi faktor pendorong terbesar, pun termasuk dalam kepentingan ekspansi menuju dunia baru oleh bangsa-bangsa Eropa. Kehadiran Inggris di Amerika Utara dan Spanyol di Amerika Selatan, melalui imperialisme dan kolonialisme menghadirkan wajah baru benturan peradaban penduduk lokal penghuni negeri tersebut. Spanyol menghadirkan cara-cara fisik dalam dominasi Amerika Selatan, penguatan kelompok represif untuk berhadapan.

Sedangkan Inggris menghadirkan model pendekatan pembentukan koloni percontohan yang secara perlahan dipandu dengan pembangunan kemandiriaan koloni, lantas berakulturasi dengan penduduk lokal, disertai dengan pengelolaan manajerial atas lahan teritorial Amerika Utara, menghadirkan kemampuan jangka panjang, dibandingkan Amerika selatan dalam cengkraman Spanyol yang sukses dalam akumulasi harta kekayaan bagi negara induknya dalam waktu cepat, bersifat jangka pendek.

Kelompok kelas penguasa, baik secara alamiah yang terdapat dalam struktur sosial masyaraat asli Amerika Utara dan Selatan, maupun kelas penguasa baru paska kehadiran imperialisme Spanyol dan Inggris, sepanjang sejarahnya merupakan kolaborasi dari para pemegang kekuasaan beserta pengusaha. Legitimasi sebagai bentuk dari transformasi kedaulatan publik, adalah bentuk pelengkap penyerta kekuasaan yang dilingkupi berbagai mitos untuk menjaga langgengnya kekuasaan tersebut.

Disparitas antar Negara

Indikasi dari negara gagal, terletak pada ketidakmampuannya untuk dapat menghadirkan ruang kesejahteraan dan kemakmuran bagi warga negara. Hal tersebut, dalam tesis yang ditawarkan Acemoglu dan Robinson tidak seperti yang sering didengungkan oleh para peneliti sebelumnya, yakni terkait dengan aspek geografi, budaya dan terkait kebodohan. Mitos-mitos yang selama ini dipersangkakan tersebut, tidak mampu menjelaskan secara sederhana perbedaan antara Korea Utara dan Korea Selatan.

Perbedaan yang terjadi diantara kedua negara semenanjung Korea tersebut, tidak mencerminkan kaidah geografis dan budaya yang berbeda satu dengan yang lain. Bahkan terbilang tipikal, tetapi mengapa kemudian terjadi perbedaan? Kerangka pemerintahan, termasuk konteks ideologi didalamnya, yang lebih dinyatakan sebagai faktor pengaruh. Logika ini sesuai dengan proyeksi Fukuyama tentang "the end of history" mengenai perang ideologi yang memastikan kematian komunisme dan kemampuan bertahan kapitalisme, dalam bentuk mutakhir demokrasi liberalisme.

Demikian juga yang terjadi di Jerman Timur dan Uni Soviet, kedua negara tersebut dianggap gagal pada akhirnya dan berujung kepada pembubaran. Istilah negara bubar, tentu memiliki konsekuensi yang berbeda dengan negara punah. Meski kemajuan Uni Soviet pada awal pendiriannya sempat mengundang perhatian besar, atas kemajuan pemangunan secara signifikan yang ditampilkannya.  

Kegagalan sebuah negara, disebabkan karena kegagalan dalam mengubah bentuk negara ekstraktif menjadi inklusif, dengan kemampuan adopsi pengetahuan dan teknologi. Dalam banyak kajian negara-negara yang dikategorikan sebagai "negara maju" yang diwakili Eropa serta Amerika, dan "negara terbelakang" sebagaimana kebanyakan Asia dan Afrika, ternyata faktor budaya dan kekayaan alam tidaklah menentukan kemampuan negara untuk mencapai kemajuan, bahkan secara ironis, negara-negara berkategori "miskin", sesungguhnya memiliki potensi kekayaan alam yang besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun