Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Strategi Komunikasi Kampanye Pilpres 2019

9 Agustus 2018   03:43 Diperbarui: 9 Agustus 2018   06:21 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Perang Slogan dan Citra

Penentuan dan penggunaan slogan sebagai kalimat yang akan diingat selama periode kampanye harus mampu menjadi ilustrasi atas fokus dan konsentrasi dari pasangan calon. Dalam bahasa kekinian, tagline harus membumi, sekaligus melekatkan imaji positif bagi penggunanya.

Sementara itu, jabaran program kerja detail perlu dipersiapkan sebagai aksi simbolik, yang merupakan bentuk dari kesiapan pasangan calon dalam menerima mandat, meski dalam realita operasional nantinya bisa jadi berbeda karena pembacaan situasi faktual yang berubah.

Pilihan slogan, termasuk tagline harus menjadi ciri khas individu, termasuk citra, secara bersamaan mewakili kepentingan publik. Tentu saja dimensi isu SARA harus direduksi dalam hal kampanye.

Tetapi apakah politik berbasis identitas akan hilang dengan demikian? Tentu saja tidak, karena pada basis pengalaman kesejarahan kita memang terbentuk melalui basis aliran. Bentuk abstraksi aliran adalah ideologi dasar dari kelompok politik, yang dibagi berdasarkan tipologinya menjadi nasionalis, sekuler dan relijius/agamis.

Kemampuan mengolah kampanye dalam mengubah logika dan rasionalitas pemilih, termasuk memainkan emosi dan psikologisnya, akan memberi dorongan pada pengambilan keputusan memilih melalui tindakan nyata pemberian suara.

Konsistensi dalam mengawal proses komunikasi politik, dari permulaan kampanye hingga sampai pada efek pencoblosan jelas membutuhkan sumberdaya dan energi yang tidak sedikit.

Dalam persoalan konten, tentu saja public interest menjadi titik tekan yang harus mampu dijawab semua kontestan, dari berbagai lini. Amunisi pengetahuan yang lengkap tentu mendukung penampilan figur yang memukau.

Pola Plain Folks, mencitrakan diri sebagaimana masyarakat biasa dan bukan sebagai kelompok elit tentu akan ditonjolkan, karena publik memiliki tendensi memilih berdasarkan aspek homophily yakni derajat kesamaan.

Pasangan calon dan tim pemenangan nantinya, tentu akan membentuk struktur berganda, menggunakan fungsi opinion leader, disini letak kerja mesin partai dalam koalisi dukungan, menjadikan tokoh-tokoh partai sebagai amplifier penguat pesan berantai kepada audiens secara lugas dan efektif.

Pemanasan kampanye jelas akan dimulai sesaat setelah pencalonan secara definitif dilakukan, dengan demikian siapa diantara parapihak yang berkontestasi telah mampu mempersiapkan diri dengan terencana, maka kemenangan hanya layak diberikan kepada mereka yang telah bersiap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun