Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Survei, antara Asumsi Prediktif dan Ramalan Dukun

17 Juli 2018   09:21 Diperbarui: 17 Juli 2018   09:35 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jelang pendaftaran Agustus, terkait nama pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, berbagai survei yang dilakukan beberapa lembaga muncul kehadapan publik. Paska Pilkada serentak lalu, Quick Count telah menjadi indikator dari sebuah hasil kontestasi, sebelum kalkulasi manual oleh pihak KPU dilaksanakan. Sebagian kalangan mengapresiasi hasil Quick Count, sementara ada pula yang justru menilai aspek hasil dari hitung cepat tidak lebih valid dari ramalan dukun.

Lantas apa hubungan Quick Count dan survei? Sebelum melangkah keranah tersebut, kita perlu mendefinisikan survei sebagai sebuah metode ilmiah dalam melakukan kalkulasi, berdasarkan ilmu statistik, untuk dapat memperoleh gambaran utuh secara keseluruhan melalui uji sampel. Dengan demikian relasi antara survei dan Quick Count terbentuk secara langsung, yang menjadi pembedanya adalah sampel yang dipilih.

Pada umumnya survei menggunakan sampel berupa individu dalam populasi, sementara Quick Count memakai basis sampel pada Tempat Pemungutan Suara. Bila demikian, apakah survei, mampu menghadirkan aspek prediktif secara presisi? Tentu sangat bergantung pada metodologi penentuan sampling yang dipakai dalam upaya mewakili perilaku populasi keseluruhan. Hal tersebut dalam kalkulasi statistik diakumulasi menjadi margin error, dan kondisi ini memungkinkan terjadinya perbedaan hasil antar lembaga survei.

Dengan menggunakan metodologi statistik yang ketat, maka kalkulasi berbasis sampel ini dapat memberi ilustrasi hasil secara representatif. Secara sederhana, survei itu layaknya upaya untuk mengetahui bahwa air laut itu asin hanya memerlukan uji sampel air satu sendok, ketimbang meminum air laut segalon. Tapi harus dipahami bahwa survei bukan hanya soal Quick Count, hari-hari ini kita sering mendengar istilah survei popularitas, akseptibilitas hingga elektibilitas tokoh-tokoh politik yang diprediksi akan mencalonkan diri.

Basis sampling jenis survei yang terakhir adalah individu dalam populasi, dan sekalilagi penentuan sampel menjadi penentu validitas hasil survei. Sebagaimana metode ilmiah, maka hasil hitung statistik hanya akan menyodorkan angka sebagai data, hal ini yang akan kemudian diberi bobot informasi sehingga kemudian akan diperbincangkan interpretasi dari hasil survei tersebut.

Apakah keterhubungan survei dan dukun? Dalam era modern, survei kerap dianggap sebagai dukun ilmiah, karena kemampuannya untuk meramalkan sebuah hasil dari suatu kegiatan tertentu. Tetapi perlu diingat, bahwa survei akan terkait dengan upaya pembentukan opini publik. Dan gagasan ide dalam pembentukan opini publik inilah yang kemudian digaungkan, dengan legitimasi hasil survei.

Kita sebagai bagian dari publik tentu perlu memiliki kecerdasan untuk membaca arah opini yang berkembang, karena memang ada kemungkinan keterlibatan kepentingan tertentu disana. 

Bisa jadi lembaga survei tidak lepas dari keterkaitan kepentingan tertentu, mulai dari pendirian lembaganya, hingga aspek pendanaan kegiatan survei, hingga hal itu bisa mendorong penggunaan metodologi yang akan memberikan hasil sesuai dengan kepentingan yang dimaksud.

Pada persoalan terkait kredibilitas lembaga survei, maka rekam jejak lembaga survei perlu dilihat sebagai faktor pendukung untuk menilai apakah layak dipercaya ataukah tidak. Selain persoalan etik, yang seharusnya dituntaskan pada asosiasi yang menaungi lembaga survei, kita tentu berharap instrument survei mampu membawa pencerahan bagi kehidupan politik publik, tidak sebaliknya yang justru menghadirkan kegaduhan lantaran hasil survei yang memihak!.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun