Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bersiap di Era Kecepatan pada Ruang Virtual

14 Juli 2018   08:00 Diperbarui: 14 Juli 2018   08:08 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dunia berputar jauh lebih cepat dalam bahasa metafora, dan teknologi informasi merevolusi segalanya.

Kita menjadi komunitas cyber, terintegrasi dan berjejaring serta semakin interaktif. Dunia menjadi semakin datar, relasi horisontal terjadi dalam kesetaraan parapihak yang terkait.

Dunia maya membawa serta kultur baru, perubahan budaya ini menyebabkan proses transisi dari periode tradisional ke era yang lebih modern, serta tidak mudah diadopsi oleh semua kalangan, terutama bagi mereka yang terlahir sebelum era kecepatan internet seperti saat ini.

Tiada aturan baku dunia maya, sebagaimana dalam dunia nyata. Teknologi membuka ruang secara terbuka bahkan seolah tanpa batas, meski moderasi bisa dilakukan oleh gate keeper selaku administrator, tetapi percakapan dalam format many to many sulit untuk bisa dijinakkan.

Aturan dasarnya adalah tiada aturan. Pada dunia virtual, semua pihak terlibat bisa bersikap dan berpendapat apa pun. Namun satu yang harus dicatat dengan pasti oleh siapapun, rekam jejak digital akan selalu menjadi bagian yang terintegrasi dari profiling user.

Dulu kini mengenal istilah, "mulut mu harimau mu", kini di sosial media menjadi "upload postingan mu adalah harimau mu". Personalisasi branding melalui ruang virtual, lekat dengan apa yang menjadi ketertarikan tema, termasuk pilihan update status yang dibuat oleh seorang individu. Jadi, selamat datang di era esteem world, karena semua pihak membutuhkan pengakuan.

Pola komunikasi berkembang, sedari awal yang bersifat manusia ke manusia kini beralih dari manusia ke mesin, dan berdasarkan potensi dikemudian hari, arus komunikasi terjadi antara mesin ke mesin dengan menggunakan algoritma sesuai nalar manusia.

Ada hal yang mungkin hilang disana, soal sense of humanity. Meski media manusia dimasa mendatang akan dimediasi melalui mesin, tetapi bentuk perpanjangan tangan ini kerapkali memutuskan aspek humanis dalam pola komunikasi yang dibentuk. Di dunia maya, suara atas sebuah pendapat bisa dikumandangkan secara terbuka, tetapi dalam interaksi langsung ada batas psikologis yang meredam hal tersebut, disinilah peran nilai kemanusiaan bermain.

Mudah saja melihat anomali tersebut, para pemimpin opini diruang virtual, sering tergagap ketika terlibat dalam sebuah diskusi terbuka yang bersifat langsung.  

Kultur dunia maya saat ini, juga sangat berkaitan dengan persoalan kecepatan persebaran informasi. Problemnya, percepatan terjadi tanpa filter, bahkan berita bohong alias hoax bisa viral mendadak. Satu hal yang muncul dan terbaca sebagai bagian dari perilaku digital saat ini, adalah tentang keterbatasan konfirmasi dan verifikasi user atas sebuah informasi.

Cyber culture menghadirkan sisi emosional secara lebih dominan dibandingkan dasar rasional. Hal ini yang dapat menjelaskan mengapa akhir-akhir ini, kita lebih "tipis kuping" dan "bersumbu pendek". Sesuatu yang terbentuk, karena proses tracing atas validasi informasi tidak terlebih dahulu dilakukan, termasuk mencerna informasi sebelum membicarakannya secara lebih jauh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun