"Seperti mencampur kopi dan gula. Hidup butuh keselarasan. Pahitnya perjuangan dan manisnya hasil akan selalu seimbang jika diikuti dengan hati."
--- Dr Aqua Dwipayana
Dalam pusaran hidup yang makin sulit, di tengah ekonomi global yang bergejolak dan kebijakan nasional yang menuntut efisiensi, banyak orang mulai sadar bahwa ada satu nilai lama yang tak pernah usang: silaturahim. Beberapa pekan terakhir, saya merenungi hal yang tak pernah saya kira sebelumnya: silaturahim adalah jalan rezeki paling sunyi, tapi juga paling pasti.
Banyak teman lama yang tiba-tiba menghubungi saya. Awalnya sekadar menyapa, lalu pelan-pelan membuka pintu curhat. Sebagian saya temui langsung, sebagian lainnya hanya lewat gawai. Tapi isi curhatnya nyaris seragam: hidup makin berat, penghasilan menurun, harapan kian surut.
Mereka tak bicara soal tren atau teori ekonomi. Mereka bicara sebagai manusia biasa yang sedang mencoba bertahan dalam hidup yang tiba-tiba tak bersahabat.
Lalu, tanpa mereka sadari, di tengah keputusasaan itu---mereka menemukan satu titik terang: pentingnya silaturahim.
Selama ini, banyak dari kita mungkin terlalu sibuk dengan pekerjaan, target, dan rutinitas. Sampai-sampai lupa bahwa jaringan pertemanan, ukhuwah, dan hubungan antarmanusia tak hanya soal sosial, tapi juga soal spiritual.
Saya membaca kisah-kisah Dr Aqua Dwipayana, seorang motivator nasional yang tidak hanya bicara tentang nilai, tapi menjalani sendiri apa yang ia sampaikan.
Ketika orang lain mengeluh soal rezeki yang sempit, beliau justru mendapat rezeki bertubi-tubi dari arah yang tak disangka-sangka. Saat bertemu mantan Kajati Sumbar, saat mampir ke Bank Syariah Indonesia, bahkan saat hanya berniat silaturahim sederhana ke rumah seseorang yang baru dikenal---rezeki, undangan berbicara, bahkan peluang kehidupan baru justru datang menghampiri.
Bagi Dr Aqua, silaturahim bukan aktivitas seremonial, tapi ibadah. Niatnya bukan duniawi, tapi ruhani. Karena itu, ia selalu tenang, optimis, dan bahagia menjalani hidupnya.