Mohon tunggu...
Yoyo
Yoyo Mohon Tunggu... Buruh - Lorem ipsum dan lain-lain seperti seharusnya

Tour leader. Pengamat buku, kutu buku, penggila buku dan segala hal yang berbau buku.

Selanjutnya

Tutup

Politik

PKS Belum Tentu Mendapat Kursi DKI 2

16 November 2018   03:39 Diperbarui: 16 November 2018   05:12 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
M. Taufik kader Gerindra, Mantan Napi Kasus Korupsi. Source: Kompas.com

Sejak ditinggalkan oleh Sandiaga Uno, yang sangat ingin menjadi cawapres, jabatan wakil gubernur praktis menjadi lowong. Sudah 3 bulan kursi wagub ini belum juga terisi, Kenapa demikian? Karena Gerindra dan PKS berebutan untuk mengisi jabatan tersebut. Jabatan wagub DKI adalah sebuah jabatan strategis. Jakarta sebagai ibukota negara dianggap barometer pemilu yang sekaligus merupakan indikasi pemilih nasional.

PKS merasa merekalah yang paling berhak mendapatkan kursi wagub tersebut. Sayangnya, Gerindra memang terlalu tamak untuk membiarkan jabatan itu jatuh ke partai lain meskipun itu partai koalisinya sendiri. Kita juga melihat bagaimana M. Taufik, kader Gerindra, begitu bernapsu mengincar jabatan tersebut. Meskipun dia mantan napi kasus korupsi, Gerindra tetap mendukungnya dan Taufik sudah melakukan pendekatan ke berbagai pihak untuk meraih impiannya. 

Melihat situasi itu, PKS mulai gerah dan mengancam, jika tak diberikan kursi DKI 2, mereka akan  mematikan mesin partai di Jakarta dalam pemenangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2. Dari awal, koalisi Prabowo - Sandi ini memang kurang solid. Ada terlalu banyak kepentingan yang berseberangan dari masing-masing partai. Mendengar ancaman itu akhirnya Gerindra mengalah dan mengeluarkan statement bahwa kursi Wagub DKI memang seharusnya menjadi jatah PKS. 

Mendengar pernyataan tersebut, PKS langsung menyodorkan dua nama, yaitu  Ahmad Syaikhu, kader PKS yang gagal merebut kursi Jabar 2 pada Pilkada 2018; dan Agung Yulianto yang masih menjabat sebagai Sekretaris Umum DPW PKS DKI. 

Sekarang mari kita analisa, apakah PKS akan mendapatkan jabatan tersebut? Apakah benar Gerindra ikhlas menyerahkan kursi DKI 2 pada PKS? Jawabannya bisa 'ya' dan bisa juga 'tidak'. Analisa saya begini; Gerindra akan memberikan kursi wagub pada PKS jika Prabowo berhasil memenangkan pilpres. Namun kubu Prabowo menyadari bahwa mengalahkan Jokowi juga sangat sulit. Diperlukan keajaiban untuk mendudukkan Prabowo sebagai presiden RI di 2019 nanti.

Jadi bisa dibayangkan betapa buruk dampaknya apabila Prabowo kalah di pilpres dan jabatan wagub DKI juga lepas dari Gerindra. Kehilangan dua jabatan strategis tersebut di waktu yang sama tentu saja akan berakibat buruk pada elektabilitas partai dan akan sangat merugikan dalam pilpres 2024 yang akan datang. Saya berani bertaruh bahwa Gerindra tidak akan berani mengambil risiko tersebut. Jadi apa yang akan mereka lakukan?

Saya memperkirakan Gerindra akan memakai strategi buying time. Mereka menyusun siasat dengan cara sebagai berikut; Pertama, melalui M Taufik Gerindra akan memberlakukan bahwa siapapun calon wagub nanti harus melalui proses fit and proper test dari DPRD. Tujuannya apa? Tentu saja untuk mengulur-ulur waktu. Siapapun calon yang diajukan PKS akan dipersulit, waktunya pun akan ditunda-tunda. Meskipun fit and proper test sudah dilakukan pasti pengumumannya menunggu sampai selesai pilpres dulu.

Jika Prabowo berhasil memenangkan pilpres, maka Gerindra akan menyerahkan kursi wagub pada PKS. Tapi bila ternyata Prabowo kalah maka PKS akan gigit jari. Gerindra akan merebut jabatan wagub ke pangkuannya. Mereka berani mengambil tindakan tersebut karena sudah tidak ada lagi risiko karena pilpres telah berakhir. PKS tidak mempunyai bargaining power lagi untuk mengemis-ngemis jabatan itu apalagi sampai mengancam segala. Mereka sudah tidak punya modal lagi.

Untungnya PKS bukanlah partai kemarin sore.  Triwisaksana, Anggota Majelis Syuro DPP  PKS, sudah mencurigai akal bulus Gerindra ini. Dia menilai penentuan dua kandidat wakil gubernur DKI Jakarta tidak perlu melalui fit and proper test karena akan berakibat membuat prosesnya makin lama dan tidak menentu.

Tapi, begitulah politik. Fokusnya hanya pada kekuasaan. Kepentingan partai jauh lebih didahulukan daripada kepentingan negara. Kepentingan partai jauh lebih penting daripada kepentingan rakyat. Jangankan rakyat, Anies Baswedan yang nota bene adalah gubernur DKI pun tidak punya hak berbicara untuk menentukan siapa yang akan menjadi wakilnya kelak. Semua ditentukan oleh koalisi partai. Dan koalisi itu sekarang sedang sibuk berebutan kursi wagub. Kursi DKI 2 yang sangat strategis.

Bagaimana nasib rakyat? Kita harus bersabar. Akan tiba saatnya muncul seorang negarawan yang sudah selesai dengan dirinya dan hanya fokus bekerja untuk mensejahterakan rakyatnya. Siapakah dia? Kita tunggu saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun