Judul di atas mungkin terdengar agak berlebihan. Tapi, itulah yang belakangan ini memang saya alami setiap pagi, tepat sebelum memulai rutinitas di hari kerja.
Ya, sejak kembali ke Yogyakarta jelang akhir Desember silam, akibat imbas pandemi, menulis memang jadi satu kegiatan rutin untuk melepas stres. Hal ini cukup membantu, sejak saya menjalani masa liburan akhir tahun untuk jeda sejenak, sebelum mulai rutin bekerja setelahnya.
Sebagian orang mungkin berpikir, tinggal di tempat seperti Yogyakarta, apalagi bersama dengan keluarga itu sangat menyenangkan. Dengan budaya lebih "santai" dari Jakarta, seharusnya tidak ada masalah berarti.
Masalahnya, hal itu tidak benar-benar saya alami, karena dalam situasi pandemi, saya harus menjalani WFO dengan jam kerja standar normal selama enam hari kerja. Mau tak mau, saya harus lebih waspada.
Secara psikologis, ini jadi satu kejutan, karena hampir setahun terakhir, tepatnya sejak awal pandemi, saya rutin menjalani WFH selama lima hari kerja.
Hal lain yang juga harus saya biasakan adalah, hilangnya "ketenangan" dalam hal "sikap cuek" khas Jakarta. Rasanya, semua seperti dibalikkan dalam sekejap.
Ada perhatian, yang pada titik ekstrem bisa menjadi paranoid akibat imbas pandemi. Itu masih ditambah kehebohan kecil yang kadang muncul karena hal personal seperti pandangan politik pribadi, khususnya dari ayah saya, yang boleh dibilang seorang fans berat Jokowi.
Bukannya tak mau peduli, saya hanya merasa hal semacam ini kurang penting, bahkan bisa menjadi "toxic". Apalagi, kalau sampai ada pemujaan berlebih.
Dalam situasi sulit seperti sekarang, negara lebih sering absen hadir, dan banyak orang harus berusaha sendirian. Negara biasanya baru hadir, kalau ada yang membanggakan, atau ada banjir kritik dari masyarakat. Sudah jelas kan?
Saya tentu harus kembali beradaptasi dengan kenaikan intensitas dan semua perubahan ini. Rutin bangun dan berangkat pagi, lalu pulang saat matahari terbenam mulai jadi makanan sehari-hari.
Tapi, bangun pagi akhir-akhir ini jadi satu hal menyenangkan di hari kerja, karena saya jadi bisa "berolahraga" pagi lewat menulis, bukan lari pagi atau sejenisnya.