Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Pelajaran dari Timnas Hong Kong

16 Oktober 2018   22:17 Diperbarui: 16 Oktober 2018   22:29 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendominasi jalannya pertandingan, dan bermain di kandang sendiri, tapi harus puas dengan hasil imbang. Begitulah gambaran sederhana dari penampilan timnas Indonesia, dalam laga persahabatan melawan Hongkong, Selasa, (16/10). 

Dalam laga ini, Tim Garuda sebenarnya mampu unggul lebih dulu lewat gol sundulan Beto Goncalves di babak pertama. Tapi, keunggulan ini sirna setelah Festus Baise sukses membuat gol balasan lewat sundulan di babak kedua.

Hasil ini sekaligus menutup rangkaian laga ujicoba Timnas Indonesia, jelang dimulainya Piala AFF 2018, bulan November mendatang. Meski hasil akhir pertandingan ini tak sesuai harapan, ada beberapa pelajaran, yang bisa diambil oleh Timnas Indonesia.

Pertama, timnas masih belum terbiasa menghadapi lawan yang bergaya main "direct" dan keras. Memang, Evan Dimas dkk punya skema taktik yang cukup rapi. Tapi, skema ini sulit bekerja maksimal, jika lawan melakukan pressing ketat, atau berani bermain keras. 

Gawatnya, lini pertahanan yang digalang Hansamu Yama cukup rentan ditembus lewat skema serangan balik cepat. Kebetulan ini terlihat jelas saat bersua Hongkong. Untunglah, kiper Muhammad Ridho tampil cukup baik di bawah mistar, sehingga timnas hanya kebobolan satu gol.

Kedua, tanpa kehadiran Luis Milla, timnas masih minim kejutan taktikal. Meski didampingi Bima Sakti, yang notabene asisten pelatih Luis Milla, nyatanya kualitas taktik Bima Sakti belum cukup seimbang, jika dibandingkan dengan Luis Milla, terutama saat timnas sedang dalam kebuntuan, tepatnya saat lawan berhasil membuat gol balasan, dan mengubah strategi mereka. Situasi ini sebelumnya tak terjadi saat timnas bertemu Mauritius (menang 1-0), dan Myanmar (menang 3-0).

Di sini, timnas (baca: PSSI) seharusnya mulai menyadari, betapa pentingnya keberadaan sosok pelatih definitif buat timnas Indonesia. Tak seharusnya negosiasi kontrak baru Luis Milla dibiarkan menggantung begitu saja. 

Bukannya meremehkan kemampuan Bima Sakti sebagai pelatih timnas, saya melihat, eks kapten tim PSSI Primavera ini belum cukup kapabel, untuk pekerjaan melatih timnas, yang selalu lekat dengan tekanan tinggi. Apalagi, PSSI memasang target juara Piala AFF 2018. Jadi, bisa dibayangkan seberapa berat tekanan yang ada.

Jika ternyata PSSI menunjuk Bima Sakti sebagai pelatih timnas Indonesia, tak seharusnya mereka memasang target juara. Karena, Bima Sakti belum lama meniti karir sebagai pelatih. Maka, perlu ada penyesuaian target prestasi, misalnya lolos ke babak semifinal. 

Penyesuaian ini perlu dilakukan, terutama jika melihat bagaimana persiapan Timnas Indonesia menjelang Piala AFF 2018. Seperti diketahui, sejak tersingkir di perdelapanfinal Asian Games lalu, Tim Garuda belum juga punya sosok pelatih definitif.

Logikanya, tim sekelas Spanyol saja bisa tampil berantakan di Piala Dunia 2018 lalu, akibat tak punya pelatih definitif (setelah Julen Lopetegui dipecat), apalagi timnas Indonesia. Dari sini kita bisa menyimpulkan, selama timnas belum punya pelatih definitif, target juara Piala AFF adalah sebuah misi sulit, jika tak mau dibilang tak mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun