Mohon tunggu...
YosArianda
YosArianda Mohon Tunggu... Pelaut - Petani

Terlahir dari tangisan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sekolah yang Tak Terbeli

30 Januari 2021   22:22 Diperbarui: 30 Januari 2021   22:34 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Kita tiba pada akhir bulan pertama di tahun 2021 dengan berbagai gejolak politik tingkat pusat maupun daerah, pergantian menteri, kabinet Indonesia maju oleh bapak presiden kita Jokowi Dodo sampai pada mimpi apa bapak kita hingga salah pilih menteri yang menyebabkan korupsi uang negara hingga miliaran rupiah lebih parahnya lagi para koruptor ini lahir dan hidup dari partai pengusung  Presiden sendiri. Apa anak buahnya kurang didikan oleh ketua partainya atau emang jatanya dompetnya kurang tebal? Ah, ngak mungkinlah, mungkin saja tulisan ini salah di ketik, yah kalau korup kan ngak mungkin bagi sama pimpinan partainya ? atau emang ia? Ah ngak pedulilah, emang yah gitu namanya juga partai elit yah nampungnya elit-elit doang, kapan yah ada partai yang nampung suara rakyat? Atau emang perlu harus ada partai bentukan rakyat? kayanya emang bener-bener ia, rakyat harus bersatu. Waduh udah kelewat renag di kali selam ke laut ni " judul sama pengantarnya kok jauh banget yah emang bener-bener udah salah ngetik ni.

Kita kembali ke topiknya dulu, berhubung kita bicara pendidikan ni, `gimana yah kabarnya bapak menteri pendidikan kita?, halo pak, semoga sehat-sehat aja yah? Bapak Nadiem semoga terhindar dari covid 19 ini. Gini pak, sudah empat minggu ini saya bergelut sama dua buku yang pertama buku "pendidikan kaum tertindas- Paulo Freire" buku ini udah kelewat jadul yah pak?, tapi entah kenapa, isi tulisan-tulisan dalam buku ini kayanya masih aja relevan sama model pendidikan kita yah pak?, dan yang kedua, buku yang baru saya beli empat minggu lalu di toko buku langganan saya  "analisis kebijakan pendidikan-pendidikan Nirkreasi-Buku yang merupakan kumpulan opini pendidikan yang terbit di media massa sepanjang 5 tahun terakhir".

Kenapa saya doyan kegejot banget baca dua buku ini, kalau ngak salah pada bulan Mei dan Juni Sekolah Dasar dan menengah mulai lakuin seleksi penerimaan siswa baru, itu berarti tinggal beberapa bulan lagi, beberapa sekolah suda mulai pasang Iklan di pinggiran jalan kali ini beda karena siswa sama gurunya sama-sama pakai masker.

Membaca pernyataan bapak di media online KOMPAS.com soal "prioritas pendidikan di tahun 2021 terkait dengan penyelenggaraan pembelajaran pada tahun ajaran dan akademik baru di masa pandemi", semoga aja persyaratannya ngak mewajibkan siswa harus punya android sama harus datanya fulL jangkaun yah pak,? Belum lagi biaya buat masuk sekolah saja udah variasi banget ada yang ratusan ribu hingga juataan, kayak iklan handpone di tv aja "mau yang bagus pasti mahal".

Yah soal biaya sekolah, Bagi orang tua kami di kampung, buat anak masuk sekolah saja harus ngupulin duit setahun sebelum masuk sekolah, apa lagi sekolah swasta, kalau di hitung biaya sekolah doang bisa di pakai beli rumah, motor bebek lebihnya pake buat kawin sama pujaan hati, yuk.

Syukur-syukur orang tuanya mampu? Yah kalau tidak, ujung-ujung putus sekolah lagi, yah gitu aja trus muter sambil dengarin lagunya mas Iksan yang judulnya "binggung".

Meski biaya sekolah beragam dan tidak semua mahal, yang pastinya jumlah anak putus sekolah sangat tinggi di negeri tercinta ini. Anak-anak dari keluarga miskin tidak akan mampu bersekolah, sudah tidak bersekolah mereka seolah termarijinalkan dan tak berbuat apa-apa. Hal yang paling mungkin di lakukan ketika kita bertanya "mengapa tetap diam dalam keadaan seperti ini ?, maka jawaban mereka sangat sederhana, mengutip kata kaliamt dalam buku freire "  apa yang bisa kami lakukan? Ini kehendak Tuhan dan saya harus menerimanya". mereka menggunakan (di dorong oleh kaum penindas) penejelasan magic atau sebuah pandangan tentang Tuhan, sebagai tempat mereka mengirimkan pesan pertanggung jawaban atas keadaan itu. Dan ini yang buat saya binggung aja pak.

Ilmu boleh mahal tapi Sekolah harus murah.

Gimana ceritanya sekolah harus murah?, merurut data situs resmi TNP2K jumlah anak 7-12 tahun di negeri kita yang katanya kaya sumber daya alam ini tapi generasinya tidak bersekolah berada di angka 1.228.792 anak, lalu usia 13-15 tahun di 34 provinsi 936.674 anak, sementara usia 16-18 tahun ada 2.420.866 anak yang tidak sekolah. Udah kebanyang kan berapa jumlah generasi penerus bangsa ini yang tidak sekolah? Ini jumlahnya 4.586.332, lumayan kan banyaknya, gimana mau cerdas kehidupan bangsa kalau jumalah anak putus sekolah semakin meningkat?, ngak tau ni sumber daya alamnya di kemanain?, di tambah lagi sama virus yang kayanya udah nyaman banget di Indoseia, udah di suntik vaksin juga masih ngeyel ngak mau pergi aja.

Ini beberapa faktor yang coba saya himpun, penelitian BPS masalah finansial (56,4%), harus membantu orang tua bekerja (9,8%), perasaan puas dengat tingkat pendidikan yang di raih (5,1%), harus menikah dan mengurus anak (3,0%), dan jarak yang jauh (2,7%).
Faktor biaya menduduki peringkat pertama, ini yang saya sebut sekolah tak terbeli oleh masyarakat karena tidak ada sekolah yang benar-benar gratis. Biaya sekolah tidak terjangkau oleh sebagian masyarakat. Meski pemerintah melarang sekolah menarik biaya dari masyarakat karena sudah ada dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) dan kartu sakti pak jokowi Kartu Indonesia Pintar (KIP), sekolah juga makin pintar menarik biaya dari orang tua siswa dengan beragam alasan.

Dana BOS tidak mampu menutupi biaya operasional sekolah Negeri, apa lagi swasta. Operasional sekolah hanya mencakup pembiayaan buku, seragam, honor guru, listrik, telepon, ujian, ekskul, alat tulis kantor, dan lain-lain.

Bos menyumbang sebagian kecil dari keseluruhan biaya operasional tersebut, sebagian besar di bebankan ke orang tua siswa.
Mutu pendidikan yang standar dan bagus tidak akan pernah murah. Masalahnya siapa yang harusnya tanggung biaya tersebut?


Beasiswa penuh

Jika pemerintah tidak segera mengambil kebijakan yang tepat (boro-boro), maka anak-anak dari keluarga miskin akan tetap haknya untuk sekolah. Pada saat jam sekolah mereka justru menjual koran di sudut-sudut lampu merah, ngamen di keramaian hanya untuk bisa makan, mulung sampah dan bekerja lainnya.
Sebagai usul saja, kalau di terima yah syukur kalau ngak yah, apa yang bisa kami lakukan? Ini kehendak Tuhan dan saya harus menerimanya".

Pertama, beasiswa penuh bagi setiap siswa. Semua aspek biaya pendidikan yang selama ini di bebankan ke siswa di tanggung Negara, ini agar siswa fokus belajar. Segera Di buat sistem termasuk data siswa miskin secara nasional. Sekolah dilarang menarik biaya apapun dari siswa dengan alasan apapun karena suda di biayai Negara.

Kedua, Direktorat Kemendikbud di paksa serius dalam peneglolaan wajib belajar 12 tahun, salah satu tugasnya adalah meyelaraskan program BOS dan Program KIP yang tekesan tumpang-tindih.

Ketiga, masalah kesejateraan guru, rendahnya gaji guru swasta dan honorer. Ada ketimpangan pendapatan yang tinggi antara mayoritas guru dan guru PNS dan guru Swasta Elite.
Selama gaji guru tidak memadai, wajar saja 12 tahun hanya akan sukses kuantitatif. Mungkin nanti jumlah anak putus sekolah sudah menurun secara signifikan tapi proses belajar mengajar tidak akan pernah baik dan meyenangkan karena guru tidak mungkin mengajar dengan baik jika seisi rumahnya berteriak kelaparan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun