Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Isu SARA dan “Perseteruan” POLRI – KPK Melegakan Hati Anas Urbaningrum

11 Agustus 2012   09:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:56 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh Yosafati Gulo

Banyak yang menduga bahwa dipersoalkannya isu SARA yang dicuatkan Bang Haji Rhoma Irama pada ceramah tarawih di Masjid Al Isra, Tanjung Duren, Jakarta Barat, Minggu, (29/7/2012) dan “perseteruan” Polri-KPK dalam penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011 adalah pengalihan isu.

Membaca pernyataan itu saya kaget. Isu apa yang dialihkan? Apakah dugaan korupsi yang melibatkan anggota banggar? Atau beberapa elit dari Partai Demokrat? Atau para Kepala Daerah? Atau kasus bank Century yang kembali menghangat? Saya kira tidak ada yang dialihkan. Semua itu masih dalam bilik yang sama. Bilik korupsi.

Kalaupun isu SARA dianggap pengalihan isu dari maraknya berita korupsi, nampaknya tidak tepat. Setelah beberapa hari isu SARA mengemuka, isu korupsi tetap saja menduduki ranking atas di rubrik media. Jika kasus Polri-KPK dianggap pengalihan isu SARA, nampaknya juga tidak pas. Dampak ceramah Rhoma tersebut, malahan makin diperparah oleh pernyataan-pernyataan konyol Foke. Akibatnya kedua isu tersebut tetap bercokol di urutan atas pemberitaan media.

Pengalihan dari isu Anas

Kalau yang dimaksud adalah pengalihan isu dari dugaan keterlibatan Anas pada kasus korupsi proyek Hambalang yang sempat merajai pemberitaan selama berbulan-bulan, barangkali ada benarnya. Dengan mencuatnya isu SARA dan Polri-KPK, berita keterlibatan Anas pada kasus Hambalang memang meredup. Seolah tak punya tempat lagi dalam rubrik korupsi di media cetak dan elektronik.

Kendati demikian, tidak berarti keterkaitan Anas pada kasus Hambalang berakhir. Strategi “makan bubur” yang diterapkan KPK, menguatkan dugaan bahwa kasus panas itu hanya sekedar menunggu giliran. Ketika “bubur dingin di pinggir piring” sudah habis, maka yang pasti disentuh ialah “bubur panas di tengah”: Anas dan konco-konconya! Jadi, masyarakat tak perlu buru-buru putus asa pada KPK.

Bernafas Lega

Munculnya isu SARA dan Polri-KPK, Anas memang bisa bernafas lega. Tidak lagi jadi buruan wartawan seperti sebelumnya. Kelegaan hati Anas, nampak pada komentar-komentarnya selama bersafari Ramadhan bersama Ibas menyangkut elektabilitas Partai Demokrat. Dengan banyaknya upaya yang dilakukan partai Demokrat kepada masyarakat miskin, ia yakin bahwa elektabilitas Partai Demokrat (PD) sudah mulai menaik.

"Alhamdulillah, bisa dilihat sendiri, sambutan masyarakat kepada Partai Demokrat masih luar biasa. Karena itu kami optimistis Demokrat akan terus berkembang dan maju menjadi partai yang dicintai dan dipercaya oleh rakyat," ujar Anas Urbaningrum di sela-sela acara bakti sosial pembagian sembako gratis di Lapangan Watualang, Desa Watualang, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Kamis (ROL, 9/8).

Bahkan ketika kepadanya ditanya mengenai gejala hengkangnya banyak kader PD ke Partai Nasdem, Anas tetap tegar. Ia menangapi dingin hasil survey terbaru lembaga Trust tentang kepindahan kader Demokrat. Ia yakin hal itu bersifat sementara. "Mungkin ada yang berencana jalan-jalan sebentar, tetapi nanti akan balik lagi ke Partai Demokrat," kata Anas kepada VIVAnews di Yogyakarta, Rabu 8 Agustus 2012.

Yakin Diri

Jika dicermati, komentar-komentar tersebut mengandung setidaknya dua makna. Pertama, tentang keyakinan dirinya, dan kedua, tentang penilaiannya terhadap anggota masyarakat dan kader-kader PD.

Keyakinan Anas terhadap dirinya masih tinggi. Sebagai sebagai ketua PD, ia masih yakin bahwa dirinya merupakan magnit simpati. Masih sangat digandrungi dan dinimati oleh masyarakat. Keyakinannya itu makin diperkuat dengan pemahamannya mengenai kelemahan bangsa Indonesia sebagai bangsa pelupa.Sekalipun saat ini masyarakat benci para elite PD yang terlibat korupsi,ia tak kuatir. Ia yakin bahwa dengan memberikan sembako selama safari ramadhan, masyarakat kembali mendukung PD.

Itulah sebabnya ia mengentengkan dampak hengkangnya kader PD ke Partai Nasdem. Ia meyakini bahwa rekan-rekannya itu adalah orang yang tak berpendirian. Kutu loncat. Sekarang mereka ke Nasdem. Tapi, nanti toh mereka kembali ke PD. “Mereka hanya ingin jalan-jalan,” katanya.

Mengingkari Mottonya Sendiri

Entah disadari atau tidak, pernyataan tersebut mengandung ironi. Masyarakat dan kader-kader PD yang diharapkannya tetap setia, ia rendahkan. Ia menilai harga diri masyarakat bisa ditukar dengan sembako. Ia lupa orang miskin bisa saja menerima sembako dan uang ketika diberi. Tetapi mereka juga tetap ingat kecurangan-kecurangan PD.

Menyebutkan tindakan kader-kader PD yang hengkang ke Partai Nasdem sekedar jalan-jalan menunjukkan sikap menyederhanakan masalah di tubuh PD. Ia tak sadar bahwa gejala eksodus bukan selalu berarti mereka tak berpendirian. Malahan bisa sebaliknya. Setelah tahu bahwa PD adalah partai penipu, yang dulunya mengusung motto ,”KATAKAN TIDAK PADA KORUPSI”, ternyata merupakan partai yang mengusung motto, “KATAKAN TIDAK PADA KORUPSI YANG KECIL.” Dengan begitu mereka jadi sadar bahwa PD bukanlah tempat yang baik berpolitik.

Anas boleh bilang apa saja tentang dirinya dan partainya. Ia boleh memuji dirinya setinggi langit dan partainya setinggi angkasa, tapi fakta sejarah tidak dapat dihapus. Partai Demokrat ternyata tidak dapat dipercaya. Para elitenya yang jadi bintang iklan motto PD, ternyata mengingkari mottonya sendiri. Salah satu bintangnya, Angelina Sondakh sudah mendahului mengirup hawa tahanan. Yang lain tinggal menunggu waktu. Saya hanya berharap, Anas Urbaningrum tidak digantung di Monas seperti permintaannya beberapa waktu lalu. Sebab, hukum Indonesia tidak mengenal hukum yang begituan. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun