Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

DPR Merusak Kehormatannya Sendiri

27 Februari 2018   22:27 Diperbarui: 27 Februari 2018   22:38 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada banyak pasal dalam revisi UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3 (MPR, DPR, DPRD, dan DPD) yang tengah dikritisi setelah rancangan UU tersebut disetuji DPR pada tanggal 12 Februari 2018. Yang paling banyak dibicarakan adalah ketentuan Pasal 122 huruf k.

Dalam pasal itu disebutkan bahwa bahwa MKD DPR dapat mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Ini tidak main-main. Manakala anggota masyarakat dinilai melanggar ketentuan itu dan tidak hadir setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah, DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Atas ketentuan tersebut serta merta melahirkan dua kubu tanggapan secara berhadap-hadapan. Kubu yang membela dari kalangan DPR berhadapan dengan publik.

Bagi DPR, ketentuan tersebut berguna untuk menjaga kehormatan lembaga dan juga anggota DPR. Bukan bertujuan untuk mengriminalisasi orang maupun lembaga yang mengeritik DPR.

Lukman Edy, anggota Badan Legislasi (Baleg) dari fraksi PKB misalnya bilang, kelembagaan DPR harus dijaga sehinggga MKD perlu diberikan kewenangan untuk memanggil dan memeriksa pihak yang diduga merendahkan kehormatan dewan dan dan anggotanya. Bila ada yang terbukti merendahkan kehormatan DPR atau anggotanya, maka MKD akan melaporkannya kepada polisi untuk diproses secara hukum. Jadi, DPR tidak anti kritik. Kalau kritik membangun pasti boleh, misalnya kritik berdasarkan hasil survey berbasis akademik tidak masalah.

Pandangan tersebut tentu saja baik. Seluruh rakyat Indonesia berkewajiban menjaga kehormatan DPR. Pasalnya, lembaga DPR adalah salah satu pilar yang harus tetap kuat dan terhormat di sampaing pilar eksekutif dan yudikatif. jika pilar ini hatuh, ambruk, tidak dihormati, disepelekan, maka negara pasti terancam pincang. Mustahil ia bisa melaksanakan fungsi legislatif setara dengan eksekutif dan yudikatif.

Bisa dibayangkan betapa besar resikonya jika DPR tidak dihargai oleh rakyat. Semua produk kerja DPR mungkin tidak dipandang sebelah mata, akan diabaikan, disepelekan, bahkan dianggap angin lalu oleh rakyat.

Merendahkan Lembaga Sendiri

Pertanyaannya, apa benar ada rakyat apalagi lembaga yang mau menjatuhkan kehormatan DPR? Apakah kritikan, cemoohan, olok-olok yang kerap disampaikan rakyat kepada DPR dan anggotanya dapat dikategorikan merendahkan kehormatan DPR? Bukankah reaksi rakyat itu hanyalah akibat aksi, ulah anggota DPR sendiri yang kerap terkesan ngawur dalam pandangan hukum, etika, dan nalar? Bukankah mustahil ada asap tanpa api?

Lihat saja pembentukan pansus angket terhadap KPK yang berakhir dengan sia-sia itu. Ratusan ahli hukum dan akademisi bilang penggunaan hak angket terhadap KPK melanggar hukum, salah sasaran, tapi DPR tetap ngotot dengan cara pengambilan keputusan ngawur oleh Fahri Hamzah. Bukankah tindakan seperti itu perlu dikecam karena selain melanggar hukum, proses pengambilan keputusannya menyimpang jauh dari norma pengambilan keputusan di DPR dan kebiasaan umum? Inilah yang tak mau disadari DPR.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun