Jembatan Pango berada di kota administratif Banda Aceh. Jembatan sepanjang 200 meter ini menghubungkan Gampong Pango di Kecamatan Ulee Kareng dengan Gampong Santan Kabupaten Aceh Besar di tenggara dan Gampong Lueng Bata Kota Banda Aceh di barat laut. Jembatan dua jalur ini sering menjadi jalur penghubung yang saya lalui ketika menuju atau pulang dari pusat kota Banda Aceh. Selain masih sepi karena belum banyak kendaraan bermotor yang melintas, jembatan ini memiliki panorama alam yang indah.
Dari atas Jembatan, kita dapat melihat jejeran Pegunungan Bukit Barisan berwarna hijau di bagian barat sementara Gunung Seulawah menjulang berwarna biru di tenggara. Di bawah jembatan, mengalir Krueng (Sungai) Aceh yang sarat nilai historis. Bantaran Krueng Aceh masih ditumbuhi ekosistem sungai berupa pepohonan Cemara, Bambu, Pisang dan tanaman lainnya serta ilalang.
Hanya saja kondisi airnya keruh karena mengalami erosi dan sedimentasi yang dibawa dari hulu di Gunung Seulawah. Karena ini pula, wisata sungai berkonsep waterfront city yang menghubungkan daerah muara hingga daratan Aceh yang dicanangkan Pemerintah Kota belum dapat terealisasi ke Jembatan Pango.
Kini jembatan yang berada diujung jalan Prof. Ali Hasyimi ini indah berhias lampu jalan berwarna warni pada tepi kanan dan kiri di malam hari. Kampus Politeknik Aceh juga berlokasi di sepanjang Krueng Aceh di timur laut Jembatan Pango. Oleh pihak kampus, areal yang bersebelahan dengan Jembatan Pango dibangun taman kampus, jadi mahasiswa maupun publik dapat menikmati keindahan Jembatan yang selesai dibangun pada tahun 2016 berikut ekologi sungai di bawah jembatan. Hitung-hitung sekalian mencari inspirasi dan ide kreatif.
Rencananya jembatan ini akan menghubungkan Jalan Raya Soekarno-Hatta di lingkar luar Kota Banda Aceh. Namun, karena terkendala pembebasan lahan, rencana pembangunan ini terhenti, jadilah jembatan ini puntung di bagian ujung barat daya.
Nah, pada bagian puntung ini kerap membuat pengguna jalan terkecoh sehingga beberapa kali diberitakan kendaraan bermotor baik sepeda motor atau mobil terjun dan menimbulkan korban di ujung jembatan pada bagian yang terputus ini. Umumnya mereka tidak mengetahui kalau bagian ujung jembatan ini terputus (belum lagi tersambung). Kini Pemerintah Kota telah memasang rambu dan bebatuan penghalang agar pengguna jalan tidak melintasi bagian puntung di barat daya dari jembatan ini.
Suatu hari menjelang siang yang mendung, saat hendak menuju kota saya bersepeda motor melintas di jembatan ini dari arah Lampineung. Ketika memasuki areal jembatan saya memperhatikan sebuah plang yang berdiri di taman di tengah jalan yang membelah jalur satu arah kanan dan kiri. Plang tersebut bertuliskan peringatan “Dilarang Duduk di atas Jembatan Pada Malam Hari, Resiko Tanggung Sendiri”.
Saya pun bertanya-tanya di dalam hati, Ada apa ya?. Saya berlalu melintasi Jembatan Pango sembari mengamati keadaan sekitar. Setiba di rumah sepulang dari kota. Saya yang penasaran kemudian mencari tahu lewat Google dan menemukan sebuah kisah misteri yang terjadi di jembatan ini. Kisah tersebut ditulis seorang blogger dalam situs berikut.
Burong Tujoh adalah terminologi Kuntilanak dalam budaya Aceh.