Dari beberapa kali terjadi dualisme kepemimpinan partai politik di Indonesia, keputusan Kemenkum HAM lebih sering condong kepada pihak yang dekat dengan kekuasaan. Contohnya bisa dilihat saat kisruh PKB di masa SBY berkuasa dan PPP di masa pemerintahan Jokowi.
Setelah SBY turun sendiri menghadapi Moeldoko yang dulu diangkat menjadi Panglima TNI, maka dapat dipastikan pertarungan akan bergeser ke luar istana. Moeldoko, karena sungkan, akan menarik diri, namun secara tidak teraang-terangan mendorong kader-kader aktif Demokrat untuk meneruskan GPK PD.
Beda hal jika Moeldoko dicopot dari KSP. Mungkin akan fight. Namun jangan meminta dukungan PDI Perjuangan, seperti yang dilakukan Marzuki Alie ketika membocorkan statemen SBY terkait Megawati.
Sebab, narasi pengambilalihan PD akan digunakan Moeldoko untuk nyapres di 2024 sudah di-blow up sedemikian rupa. PDIP tentu tidak ingin membantu Moeldoko jika pada akhirnya justru menjadi lawan di Pilpres 2024.
Terlebih andai dinarasikan Demokrat dipersiapkan untuk Moeldoko dan Gibran Rakabuming Raka, wali kota Solo terpilih, jika PDIP tidak mau mengusungnya di Pilpres 2024. Isu semakin liar dan PDIP pasti akan menjauh dari "palagan" Demokrat.
Salam @yb
Baca juga: Kudeta Militer, Daw Suu dan Gus DurÂ