Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Apa Dosa Kompol Rossa?

6 Februari 2020   19:56 Diperbarui: 6 Februari 2020   19:51 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua KPK Firli Bahuri di gedung DPR. Foto: KOMPAS.com/Haryantipuspasari

Jika dalam beberapa kasus pemulangan penyidik KPK ke institusinya dituding sebagai upaya pelemahan, tidak demikian halnya yang terjadi pada Kompol Rossa Purbo Bekti. KPK justru yang terkesan ngotot agar Rossa tidak lagi melanjutkan penugasannya di komisi antirasuah.

Skandal, demikian istilah yang dipakai mantan Komisioner KPK Bambang Widjojanto, Kompol Rossa menjadi menarik karena ada namanya dikaitkan dengan penyidikan kasus suap yang menjerat mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan mantan caleg PDIP Harun Masiku.  

Apa dosa Kompol Rossa sehingga KPK, setidaknya yang tercermin dari pernyataan Ketua KPK Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri, ingin mengembalikan ke institusi Polri padahal masih memiliki masa penugasan hingga September 2020 mendatang?

Jika melihat alurnya, kesalahan tidak sepenuhnya berada di tangan pimpinan KPK. Sebab menurut Firli, sebelumnya sudah ada surat penarikan dari Polri, bersama penyidik lain dari Kejaksaan. KPK lantas memproses penarikan itu dan mengeluarkan suarat pemberhentian tugas dari KPK tanggal 21 Januari 2020.

Pihak Polri, menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono, merasa tidak pernah menarik Kompol Rossa. Bahkan kini, setelah diketahui tidak berdinas di KPK lagi dengan alasan ada penarikan, maka Polri telah mengirim surat pembatalan penarikan tersebut.

Sampai di sini mestinya persoalan telah clear. Kompol Rossa dapat kembali berdinas di KPK, setidaknya sampai masa "kontraknya" selesai. Tetapi jika melihat reaksi Ketua KPK, nasib Rossa masih akan menggantung. Firli enggan membahas soal surat pembatalan penarikan dengan mengatakan Kompol Rossa saat ini sudah tidak lagi menjadi wewenang KPK, tetapi menjadi wewenang Polri.

Sulit untuk tidak mengaitkan "nasib" Kompol Rossa dari KPK dengan kasus yang menjerat Wahyu Setiawan dan Harun Masiku.  Gema yang ditimbulkan dari kasus ini sangat dasyat karena menyerempet nama-nama  top seperti Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto hingga Menkum HAM Yasonna Laoly yang notabene juga kader PDIP.

Hasto dituding berada di balik kengototan PDIP menempatkan Harun Masiku sebagai pengganti calon anggota DPR terpilih dari PDIP Nazarudin Kiemas  yang meninggal dunia sebelum pelantikan. Padahal sesuai aturan, kursi tersebut menjadi hak Riezky Aprilia yang memperoleh suara terbesar kedua setelah Nazarudin di dapil Sumatera Selatan I.

Upaya PDIP untuk memuluskan langkah Harun dilakukan secara sistematis yakni dimulai dengan melakukan uji materi terhadap Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Berbekal keberhasilananya menggugurkan pasal tersebut di Mahkamah Agung, PDIP mengajukan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin.

Sayangnya KPU tetap pada keputusan yang menetapkan Riezky Aprilia sebagai anggota DPR. Kasak-kusuk pun dimulai dengan menyetoruang ratusan juta kepada Wahyu Setiawan agar KPU mau mengubah keputusannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun