Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Soal Hambalang, SBY "Bener" tapi Tidak "Pener"

12 November 2018   15:49 Diperbarui: 13 November 2018   14:41 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Susilo Bambang Yudhoyono. Foto: KOMPAS.com/Devina Halim

Ada ungkapan klasik masyarakat Jawa yang sekiranya tepat untuk menggambarkan manuver Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono terkait proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Bogor Jawa Barat yang kini mangkrak. SBY meminta masyarakat tidak mengaitkan dengan dirinya karena sudah menjadi tanggung jawab pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Ungkapan SBY memang bener (benar). Presiden RI keenam itu sudah tidak memiliki kuasa untuk menentukannya. Dilanjutkan atau tidaknya proyek tersebut sepenuhnya tergantung kepada kebijakan pemerintahan saat ini. Tahun 2016 lalu, Jokowi juga sudah menyambangi proyek Hambalang dan berjanji akan menuntaskannya, namun sampai hari ini belum terlihat realisasinya.

Seperti diketahui proyek Hambalang dihentikan menyusul terungkapnya sejumlah praktek korupsi di dalamnya yang melibatkan para petinggi Partai Demokrat dari mulai Bendahara Umum (saat itu) M. Nazaruddin hingga Ketua Umum (saat itu) Anas Urbaningrum.

Setelah proses hukum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selesai, lahan senilai Rp 1,175 triliun tersebut sempat ambles. Namun menurut Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, berdasarkan hasil sementara kajian tim pakar independen dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia, pembangunan proyek Hambalang dapat dilanjutkan, meski dengan sejumlah syarat.

Tetapi ungkapan SBY menjadi tidak pener (tepat) karena meminta publik tidak mengaitkan proyek Hambalang dengan dirinya. Selamanya publik akan mengingat proyek Hambalang sebagai warisan pemerintahan SBY sebagaimana umumnya proyek-proyek besar lainnya termasuk pembangunan Bandara Intrenasional Lombok di Nusa Tenggara Barat atau Jembatan Suramadu di Jawa Timur. Bukankah kader-kader Demokrat begitu gusar dan menuding Jokowi bermaksud menghilangkan jasa SBY ketika mengubah nama Bandara Internasional Lombok menjadi Bandara Zainudin Abdul Madjid?

Ini tentu kontradiktif. Di satu sisi, meminta pihak lain- publik, mengakui keberhasilannya, tapi sisi lain menolak ketika dikaitkan dengan kegagalannya. Padahal kedua hal tersebut sudah menjadi catatan sejarah dan tidak akan terhapus. Terlebih di era digital seperti sekarang ini di mana jejak seseorang dengan mudah dilacak.

Kita paham, ada pihak-pihak yang menggoreng isu Hambalang untuk menjatuhkan citra dan kredibilitas SBY dan Partai Demokrat. Jika tidak dicounter, bukan mustahil isu Hambalang menjadi penghalang Demokrat meraih simpati rakyat pada kontestasi Pemilu 2019. Tetapi bukankah hal itu sesuatu yang wajar dalam konteks politik? Bukankah kader-kader Demokrat juga bisa, atau bahkan mungkin pernah, menggunakan cara serupa?

Jika ingin kembali meraih simpati publik seperti pada Pemilu 2009, SBY dan kader-kader Demokrat dapat melakukannya dengan tiga cara.

Pertama, menawarkan solusi atas berbagai persoalan yang tengah dihadapi masyarakat. Apa saja persoalannya, silakan menyerapnya langsung ke tengah masyarakat. Dengan demikian kampanye yang didengungkan tidak melawan arus dan memang sesuai aspirasi masyarakat.

Kedua, lakukan langkah konkret untuk mencegah kader-kader Demokrat yang kelak terpilih menjadi anggota legislatif di semua tingkatan, tidak korupsi. Mengapa? Isu korupsi menjadi titik terlemah Partai Demokrat karena kasus korupsi Hambalang terkesan terstruktur, dikoordinir oleh partai, karena saat itu Demokrat adalah partai penguasa. Hal ini agak berbeda dengan kasus-kasus korupsi yang dilakukan kader-kader partai lain.

Ketiga mengakui adanya kegagalan seperti dalam kasus Hambalang. Sebab semakin ditutupi, semakin seksi untuk diperbincangan dan akhirnya digoreng lawan. Bila perlu SBY membuat sayembara terbuka, untuk menginventarisir kegagalannya. Publikasikan hal itu, lalu sandingkan dengan keberhasilannya sehingga publik benar-benar tercerahkan. Berani?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun