Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Menakar Klaim Deddy Mizwar Jika Jokowi Lebih Baik dari Prabowo

2 September 2018   02:35 Diperbarui: 2 September 2018   11:28 3505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deddy Mizwar bersama Cawapres KH Ma'ruf Amin. Foto: KOMPAS.com/Ihsanuddin

Perdebatan jadi-tidaknya mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menjadi juru bicara tim Joko Widodo -- Ma'ruf Amin, berakhir. Kader Partai Demokrat itu sudah mengikuti rapat dengan tim pemenangan sekaligus memberikan alasan mengapa dirinya berbeda pilihan dengan partainya.

Menurut Deddy, pertimbangan utamanya adalah ajaran agama agar memilih yang lebih baik, atau minimal buruknya lebih sedikit. Terkait penilaian baik-buruk, Deddy mewanti-wanti bahwa setiap orang memiliki persepsi sendiri-sendiri yang mungkin berbeda antara yang satu dengan lainnya.

Sekilas jawaban mantan calon gubernur Jabar tersebut sangat standar, bahkan klise. Tetapi jika dipahami dari perspektif berbeda, semisal perbandingan, jelas sangat menohok.

Deddy tidak bisa mengelak jika dirinya tidak sedang membandingkan. Sebab dalam kontestasi 2019 hanya ada dua pasangan yakni Prabowo Subianto -- Sandiaga Uno yang menjadi lawan Jokowi-Ma'ruf. Ketika mengatakan dirinya memilih pasangan Jokowi-Ma'ruf lebih baik, maka pastinya ada pasangan lain- sebagai pembanding, yang kurang baik.

Tentu tidaklah salah sebuah pertimbangan pribadi (subjektif). Adalah hak Deddy untuk menilai demikian. Kita wajib menghargai dan menghormatinya, andai pun berbeda dengan pendapat kita.    

Keputusan Deddy bergabung ke kubu Jokowi ternyata juga tidak bertentangan dengan "sikap" partainya, meski sangat menohok Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Mengapa demikian? Ada dua dasar pertimbangannya.  

Pertama, dukungan Partai Demokrat kepada Prabowo tidak didasarkan pada pertimbangan yang digunakan Deddy Mizwar. Minimal tidak menggunakan standar itu. Dukungan Demokrat kepada Prabowo diberikan setelah SBY gagal membangun koalisi dengan Jokowi. Artinya, pertimbangannya lebih kepada kepentingan- pragmatis, bukan baik-buruk. Sebaliknya, Deddy menggunakan pertimbangan agama (dan moral?).

Kedua, Partai Demokrat bukan penopang utama koalisi yang mengusung Prabowo-Sandiaga. Bukan saja karena tidak ada kader Demokrat di posisi kunci, baik sebagai peserta kontestasi maupun ketua tim pemenangan, kehadirannya juga tidak mampu "mewarnai" koalisi.

Prabowo, sebagaimana juga SBY dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, cenderung memposisikan diri sebagai "pemain tunggal". Salah satu tolok-ukurnya bisa dilihat dari cara ketiga pemimpin itu memutuskan kebijakan partai, semisal saat memutuskan calon kepala daerah yang akan didukung.

Longgarnya dukungan Demokrat kepada koalisi Prabowo, juga bisa dilihat dari tidak adanya upaya SBY untuk "menghentikan" serangan tajam Wasekjen Demokrat Andi Arief kepada Sandiaga Uno dan partai penopang koalisi lainnya yakni PKS dan PAN.

SBY juga tidak (sampai saat ini) memberikan sanksi kepada Ketua DPD Partai Demokrat Papua Lukas Enembe dan Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Timur Soekarwo yang terang-terangan mendukung Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun