Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"1917", Perjalanan Sepucuk Surat dalam Visualisasi Perang yang Getarkan Hati

18 Januari 2020   23:09 Diperbarui: 23 Januari 2020   21:17 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indiewire.com
Indiewire.com
Yang membuat menarik tentu saja gaya one take atau one cut yang diadopsi oleh film ini. Sebuah gaya pengambilan gambar yang cukup sulit dan tricky dimana sebelumnya sudah pernah kita saksikan pada film Rope-nya Alfred Hitchcock, Birdman, bahkan film Jepang 'nyeleneh' namun sangat memorable yaitu One Cut of The Dead.

Namun dalam sebuah film perang, gaya ini adalah yang pertama diadopsi. Sehingga menjadikannya sebuah sajian visual yang unik namun juga indah, dengan tingkat kesulitan yang pastinya luar biasa.

hindustantimes.com
hindustantimes.com
Pujian tentu patut disematkan kepada sinematografer Roger Deakins, yang sebelumnya pernah memenangkan Oscar untuk pencapaian sinematografinya dalam film Blade Runner 2049.

Kerjasama sebelumnya dengan sutradara Sam Mendes pada film Skyfall dan Revolutionary Road juga seakan menjadi bonus tambahan, karena chemistry yang sudah terbentuk tersebut semakin memudahkan dirinya untuk mentranslasikan visualisasi yang diinginkan Mendes dalam balutan one take brilian dari awal sampai akhir film.

Hal tersebut tentu saja demi menghidupkan cerita turun temurun berdasarkan kisah nyata dari kakek Sam Mendes sendiri untuk menjadi sebuah cerita universal yang memberikan gambaran lebih luas tentang situasi WW1 kala itu. Paling penting, memberikan sudut pandang baru tentang kisah WW1 yang belum pernah kita ketahui sebelumnya.

nationalreview.com
nationalreview.com
Kamera yang terus mengikuti sang tokoh utama membuat film ini juga terasa personal bahkan membuat kita seakan menjadi bagian dari perjalanan mendebarkan yang dialami oleh sang tokoh utama tersebut. Dengan di satu sisi, shooting style tersebut juga memberikan kita atmosfer yang sama layaknya bermain video gim perang semisal Medal of Honor, Call of Duty ataupun Sniper Elite.

Hampir semua tangkapan gambarnya pun terasa magis dan berkelas. Khususnya pada adegan malam hari, di tengah-tengah puing bangunan yang dihujani desingan peluru dan tembakan suar yang sesekali menerangi langit malam.

Adegan tersebut menjadi sorotan khusus dari penulis karena mampu memberikan atmosfer mendebarkan sekaligus indah dan artistik di sisi lainnya.

Belum lagi adegan kejar-kejaran menghindari kepungan tentara Jerman di kegelapan yang juga membuat jantung kita ikut berdegup kencang. Sebuah sensasi menikmati film perang yang benar-benar berbeda tentunya.

Sam Mendes | nytimes.com
Sam Mendes | nytimes.com
Oh iya, bukan bermaksud spoiler, namun bagaimana Sam Mendes memilih untuk mengawali dan mengakhiri film ini dalam posisi shoot dan latar yang terlihat sama juga menjadi poin positif lainnya. Seakan kita diajak berputar hingga kembali ke 'tempat asal' setelah 'ikut' diguncang, diledakkan, ditembak, dan diserang secara diam-diam di sepanjang perjalanan sang tokoh utama.

Namun di tengah kengerian suasana perang yang dibangun secara bertahap dan reasonable oleh Sam Mendes, dirinya masih memberikan ruang yang cukup bagi jokes brilian yang dilemparkan di sepanjang film.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun