Menko Perekonomian Darmin Nasution akhirnya blak-blakan ihwal sebab musabab keputusan impor beras dikeluarkan. Menurut dia, data produksi Kementerian Pertanian yang sering meleset tak bisa diandalkan, sehingga pemerintah memutuskan untuk impor. Â
Ketika impor perdana sebanyak 500.00 ton beras diputuskan, Kementan optimistis akan menutup panen raya dengan total produksi sebanyak 13,7 juta ton. Namun pada kenyataannya, hingga rakortas kedua pada 19 Maret 2018, posisi stok beras di gudang Bulog hanya 590.000 ton saja. Ini menunjukkan tidak ada penambahan pasokan beras yang signifikan, padahal angka produksi yang diaku Kementan begitu fantastis.Â
Dengan kenyataan lapangan yang demikian, mau tak mau keputusan impor tahap dua sebanyak 500.000 ton harus dikeluarkan lagi. Sebab kebutuhan konsumsi beras nasional sangat tinggi, yakni mencapai 2,3-2,4 juta ton per bulan. Dengan stok CBP yang tersisa saat itu, sulit bagi pemerintah untuk menurunkan melalui Operasi Pasar.Â
Bahkan hingga rakortas ketiga, data yang disampaikan Kementan meleset lagi. Kementan terlalu pede membeberkan angka produksi yang tinggi di bulan maret, namun pada kenyataannya serapan Bulog masih rendah. Stok CBP tak bertambah signifikan.Â
Saat itu, panen raya yang nyaris usai makin membuat Menko Darmin khawatir kalau-kalau stok tidak akan mencukupi. Lagi-lagi karena akurasi data Kementan yang meleset jauh, pemerintah tak mau ambil resiko dan akhirnya memutuskan impor tahap ketiga sebanyak 1 juta ton.
Karena kecewa dengan Kementan, akhirnya Darmin meminta mereka membuktikan klaim surplusnya itu. "Data kementan terlalu besar datanya. Surplus besar tp kemana barangnya?" tegas Darmin.Â
Darmin juga tak luput menyinggung Bulog yang kerap mencitrakan anti impor. Bulog mengaku gudangnya sudah terlalu penuh dengan serapan lokal. Namun itupun dibantah oleh Darmin, "Jadi kalau tidak ada impor, isinya hanya 800 ribu ton, sehingga menurut saya ini tidak perlu gaduh. Gudang itu penuh karena impornya 1,4 juta ton. Kalau tidak impor waktu itu, repot kami. Jadi itu sudah jadi pertimbangan matang," ujar Darmin.Â
Kegaduhan seperti ini sebetulnya tidak akan terjadi apabila Kementan tidak asal-asalan saat mengajukan data produksi. Urusan pangan bukan urusan sepele yang bisa diproyeksikan dengan angan-angan tanpa perhitungan yang matang. Sebab jika begini akhir kisahnya, siapa yang paling dirugikan? Kementan harus bertanggung jawab.