Mohon tunggu...
Yolis Djami
Yolis Djami Mohon Tunggu... Dosen - Foto pribadi

Tilong, Kupang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tujuh Juli

7 Juli 2020   06:27 Diperbarui: 7 Juli 2020   18:56 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kebetulan yang lain sedang berada di belakang. Mereka sibuk membantu tuan rumah menyiapkan hidangan untuk makan siang. Dia kudekati lagi.

"Kalau mereka tanya bilang aja kita lagi pacaran, ya!" Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku.

Dengan menahan napas kunanti jawabannya. Kupikir dia marah. Ternyata sebaliknya. Ia malah bilang, "benaran juga nggak apa-apa." Seeerrrr. Darahku mengalir deras seiring degup jantung yang dua kali lebih kencang dari biasanya. Aku bagai disambar geledek. Tapi aku berusaha menguasai diri.

Aku malah menganggap ia bohong. Karena dia dan aku, masing-masing kami berasal dari latar belakang sosial yang berbeda. Ia dari keluarga berada. Aku sendiri cukup 'berada.' Berada pada kondisi yang memprihatinkan.

Aku berada pada garis batas kemelaratan. Artinya: Era nga'a, nga'a; era nginu, nginu; pia'do, a'do. (Bahasa Sabu yang bila diartikan secara bebas kira-kira artinya: kalau ada makan dan minum, dinikmati; bila tidak, ya, bengong).

Setelah pertemuan itu usai, kami masing-masing ke 'alam'nya sendiri-sendiri. Kami berpisah di stasiun Gambir. Pulang ke rumah masing-masing dengan kesan yang membekas. Entah dia dan mereka?

Aku sendiri merasa sangat terkesan. Pertama, bertambah perbendaharaan tempat satu lagi bagiku. Aku dapat melihat daerah baru, Depok. Kedua, aku telah satu langkah usaha memperpendek jarak untuk mendapatkan idaman hatiku.

Welcome Nyora

Witeng tresno jalaran soko kulino. Pepatah Jawa ini mempunyai arti, cinta itu timbul karena terbiasa. Terbiasa dengan sering bertemu. Terbiasa dengan sering berkomunikasi. Dengan kata lain, walaupun tidak suka. Tidak cinta. Tetapi kalau sering bertemu dan bercakap-cakap, lama-kelamaan benih cinta itu akan tumbuh dan terus berkembang.

Yang aku rasakan justru lebih karena pada dasarnya aku suka. Seperti bunyi ungkapan dalam bahasa Inggris: I was head over heels in love with her. Aku mabok kepayang. Ditambah lagi, kami sering bertemu. Maka ibarat api, tadinya cuma sejilatan, akhirnya menjadi berkobar.

Frekwensi pertemuan yang paling sering adalah di kampus. Kami sering bertemu dan mengobrol di kantin, taman di sekitar kampus atau perpustakaan. Dalam setiap pertemuan selain ngobrol, kami juga tak jarang menyelesaikan tugas kuliah bersama-sama. Buktinya kami lulus dan wisuda pada hari dan tanggal yang sama, 27 Februari 1988.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun