Mohon tunggu...
Yolis Djami
Yolis Djami Mohon Tunggu... Dosen - Foto pribadi

Tilong, Kupang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Asal Tulis

1 Juni 2020   10:16 Diperbarui: 1 Juni 2020   10:44 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Aku ingin menulis tentang lahirnya Pancasila tapi macet. Entah kenapa? Mungkin karena pengetahuanku yang kerdil tentang Pancasila. Itu sebabnya dari pagi buta aku sudah mencobanya. Tapi gagal.

Awalnya aku ingin mengulik sedikit kehidupan Sukarno di Ende. Karena sedikit yang kutahu Pancasila terilham di sana. Tapi aku tak mampu mendeskripsinya sehingga tidak jadi tulisannya.

Tapi aku ingin menulis tentang hari bersejarah ini. Lalu aku mencoba merangkai kata dalam bentuk puisi. Puisi tentang bagaimana terciptanya Pancasila itu. Bagaimana eksistensinya di bumi Indonesia. Untuk apa dia ada di persada ini dan seterusnya.

Lagi-lagi aku gagal. Masih ada coretan-coretannya. Semua masih berhamburan. Aku biarkan saja mereka begitu. Tak kubuang. Tak juga kuteruskan. Aku reses. Berhenti. Aku mundur dari tulisan-tulisan itu. Suatu saat akan kukunjungi dan bersilaturahmi kembali. Semoga mereka tidak kepahitan padaku.

Karena aku gagal menulis yang geulis, aku tulis sembarang saja. Yang penting harus aku tulis. Jadinya kusampaikan tentang rasa gagalku hari ini merangkai kata tentang Pancasila.

Harusnya aku menulis tentang hari lahir Pancasila. Cuma karena tidak berhasil, aku menulis tentang hari lahir menulis sembarang. Hari jadi menulis asal. Ya, ini dia yang sedang kutulis. Entah akan jadi seperti apa dia.

Aku tak ambil pusing dia mau jadi kayak apa. Aku terus saja menulis. Menulis dengan urutan pikiran yang tak berurut. Menulis tentang ketidakkompakan antara nalar dan rasa.

Nalarku mau menulis tentang hari lahir Pancasila. Rasaku tak berani menerima tantangan itu. Rasaku kehilangan rasa mengungkap rasa dalam menulis. Entah apa yang dirasa? Semua rasa tak berasa gara-gara rasa yang tak merasa apa-apa. Tak punya rasa.

Nalarku bergairah menakar-nakar hasil tulisan yang bakal hadir. Tulisan tentang lahirnya dasar Negara yang berakar dari budaya bangsa. Tapi nalarku buyar ditinggal rasa yang hambar. Aku terkapar. Untung masih sadar.

Di kala nalarku terkapar karena rasa menghindar, aku terus berikhtiar untuk tetap sadar. Semoga dengan kesadaran yang tak utuh karena nalar dan rasa berkilah berpisah, aku masih dapat berkisah. Berkisah tentang Pancasila.

Kenapa Pancasila? Karena hari ini hari lahirnya. Jadi pasti keren kalau tulis tentangnya. Itu sebabnya, dari pagi aku sudah berniat untuk menulis itu. Tapi entah kenapa rasaku menolak. Bukan hanya menolak. Iapun memberontak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun