Mohon tunggu...
Filsuf Loceret
Filsuf Loceret Mohon Tunggu... mahasiswa

pemikir yang ingin membagikan pemikirannya meskipun tidak tahu benar atau salah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dari larangan kehidupan : Filosofi Pamali dalam Perspektif Antropologi

6 Oktober 2025   14:00 Diperbarui: 6 Oktober 2025   14:21 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di tengah arus modernisasi yang deras bentuk kearifan local(local wisdom) di Nusantara secara khsusus di pulau Jawa yang seringkali terpinggirkan, dilabeli sebagai "takhayul," "kuno," atau "irasional," salah satu kearifan local yang paling sering disalahpahami adalah "pamali". Pamali menurut kamus besar bahasa Indonesia(KBBI) adalah "pemali" yang berarti pantangan atau larangan yang didasarkan pada adat dan kebiasaan turun-menurun, yang jika dilanggar dipercaya akan mendatangan malapetaka atau hal yang buruk. Pamali bukanlah hukum formal yang tertulis melainkan norma tidak tertulis atau lisan dari generai ke generasi, seperti "jangan makan di depan pintu, nanti jodohnya susah," "jangan menebang pohon di dekat mata air, nanti airnya kering," "kalau nyapu yang bersih nanti jodohmu brewok," "kalau makan jangan menyisakan nasi, nanti ayamnya mati atau tidak nanti nasi menangis," "jangan keluar saat maghrib nanti diculik kalong wewe." Bagi positivistik modern, larangan-larangan seperti ini tampak tidak memiliki dasar logis dan sering dianggap sebagai sisa-sisa kepercayaan orang-orang di masa lalu. Namun hal ini berbeda dari kacamata antropologi, pamali bukan hanya sekedar superstisi yang kosong. Ia adalah sebuah fenomena sosio kultural yang kompleks dan multifungsi. Pamali merupakan representasi dari pengetahuan kolektif sebuah masyarakat yang terakumulasi selaba berabad-abad, dienkapsulasi  dalam bentuk yang mudah diingat dan disebarkan. Ia berfungsi sebagai mekanisme kontrol sosial, system simbolis yang memberikan makna, nilai moral, adaptasi budaya, logika mistik, dan keteratuan pada dunia. Dengan membedah pamali yang tersembunyi di baliknya dan memahami bagaimana masyarakat tradisional membangun sebuah tatanan kehidupan yang harmonis dan berkelanjutan. Ini kan menjadi tulisan untuk menganalisis pamali sebagai secara mendalam dari perspektif atau sudut pandang antropologi, menelusuri fungsinya dalam struktur social, perannya dalam menjaga keseimbangan ekologis, serta maknanya dalam jagat simbolis masyarkat pemiliknya.

            Sebelum menyelami pamali lebih jauh, penting untuk memahami konsep "kearifan lokal" itu sendiri. Pengertian kearifan lokal berasal dari 2 kata yaitu kearifan(wisdom) dan lokal(local). wisdom berarti kebijaksanan dan local  berarti setempat, local wisdom atau kearifan lokal adlaah ide-ide, gagasan, nilai, pendangan setempat (local) yang sifatnya bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh angora masyarakatnya. Kearifan lokal adalah bagian dari budaya suatu masyarakat yang tak terpisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri, biasanya diwariskan secara turun-temurun melalui cerita dari mulut ke mulut, tindakan, dan ucapara adat atau benda, ada dalam cerita masyarakat, peribahasa, lagu dan permainan rakyat dan artefak budaya.

Antropologi menyediakan beberapa pendekatan teoritis untuk menganalisis fenomena seperti ini:

  • Menurut Keraf (2002), kearifan lokal mengcakup semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, wawasan, serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupannya didalam komunitas ekologis.
    • Pendekatan fungionalis, pamali bisa dianggap sebagai bagian dari sistem sosial yang berfungsi untuk menjaga stablitas masyarakat.
    • Pendekatan strukturalis, fenomena pamali dapat dianalisis sebagai bagian dari struktur budaya yang lebih besar.
    • Pendekatan Psikologis, ini menyoroti aspek psikologis dalam fenomena pamali.
    • Pendekatan kulturalisme, dari perspektif ini, pamali dipandang sebagai bagian dari kebudayaan yang berfungsi untuk mengkomunikasikan nilai-nilai budaya kepada generasi berikutnya.
  • Menurut H. Quaritch Wales, kearifan lokal adalah kemampuan budaya setempat dalam menghadapi budaya setempat dalam menghadapi pengaruh kebudayaam asing pada saat kedua kebudaayan itu berhubungan.
    • Pedekatan fungsionalis berfokus pada fungsi sosial dari suatu fenomena dalam masyarakat. Dari perspektif ini,pamlai bisa dianggap sebagai suatu mekanisme untuk memestikan kestabilan sosial mengatur perilaku individu agar selaras dengan harapan sosial dan untuk menjaga harmoni dalam masyarakat
    • Pendekatan strukturalisme, yang melihat masyarakat sebagai sistem yang terdiri dair elemen-elemen yang saling berkait dan ememliki fungsi tertentu. Dapat dianalisis sebagai simbolik dan struktur sosial yang ada didalam masyarakat.
  • Menurut UU No.32/2009 tentang perlindunagn dan pengelolaan lingkungan hidup: kearifan lokal adalah nialai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat, anatra lain melindung dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.

Wujud kearifan lokal pamali

Kearifan lokal tidak berwujud (intangible) merupkaan kearifan lokal yang berbentuk petuah yang disampaikan secara verbal dan turun-temurun, yang berupa nyanyian dan kidung yang mengandung nilai ajaran tradisional. Melalui petuah atau bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud lainnya seperti nilai-nilai sosial disampaikan secara oral/verbal dari generasi ke generasi. Layaknya pamali yang menjadi kepercayaan dan tidak tertulis sebagai contoh : "jangan menebang pohon di dekat mata air, nanti airnya kering," "kalau nyapu yang bersih nanti jodohmu brewok," pamali bukanlah sebuah konsep monolitik, ia beroperasi di berbagai ranah kehidupan, dari urusan domestik hingga pengelolaan lanskap komunal. Secara umum, fungsinya dapat diuraikan ke dalam empat domain utama.

1. Pamali sebagai Mekanisme Kontrol Sosial dan Pendidikan Karakter

Fungsi paling mendasar dari pamali adalah sebagai alat kontrol sosial (social control). Dalam masyarakat yang belum mengenal sistem hukum formal tertulis secara ekstensif, adat, termasuk di dalamnya pamali, berfungsi sebagai konstitusi tak tertulis. Ia mengatur perilaku individu agar selaras dengan norma dan nilai-nilai komunal. Menurut Gorys Keraf pamali sering kali dilihat sebagai aturan atau larangan yang berkaitan dengan moralitas atau norma yang dipegang oleh masyarakat. Contoh klasik adalah larangan "jangan duduk di depan pintu." Secara fungsional-praktis, ini adalah aturan sopan santun agar tidak menghalangi jalan. Namun, sanksi simbolisnya ("sulit jodoh") jauh lebih kuat daripada sekadar teguran. Sanksi ini menginternalisasi norma tersebut ke dalam alam bawah sadar individu. Ia mendidik kaum muda untuk memposisikan diri secara sosial dengan benar, menjadi pribadi yang terbuka dan tidak menghalangi "jalan" bagi orang lain maupun "jalan" bagi rezeki dan kesempatan hidupnya sendiri.

Demikian pula pamali seperti "jangan menunjuk kuburan dengan jari telunjuk" atau "jangan melangkahi orang yang sedang tidur." Larangan ini menanamkan nilai fundamental dalam banyak kebudayaan di Indonesia: hormat (rasa hormat). Hormat tidak hanya kepada sesama yang hidup, tetapi juga kepada leluhur (yang disimbolkan oleh kuburan) dan kepada martabat tubuh manusia. Sanksi yang menyertainya seringkali berupa kesialan atau penyakit berfungsi sebagai benteng psikologis yang memastikan kepatuhan.

Dengan demikian, pamali adalah alat pedagogis yang efektif. Ia tidak memerlukan penjelasan logis-ilmiah yang panjang. Melalui narasi yang ringkas dan sanksi supranatural yang membangkitkan rasa takut dan segan, nilai-nilai etis seperti sopan santun, rasa hormat, dan kehati-hatian ditanamkan sejak dini, membentuk karakter individu sesuai dengan cetak biru budaya masyarakatnya.

2. Pamali sebagai Kearifan Ekologis dan Manajemen Sumber Daya Alam

Salah satu fungsi pamali yang paling mengesankan adalah perannya sebagai sistem manajemen lingkungan tradisional. Jauh sebelum konsep "konservasi" dan "pembangunan berkelanjutan" dirumuskan di tingkat global, banyak masyarakat adat di Nusantara telah mempraktikkannya melalui tabu-tabu ekologis. Kearifan local dalam bentuk ini sering kali berhubungan erat dengan penghormatan terhadap alam. Banayak pamali yang berfungsi untuk menjaga kelestarian alam dan ekosistem baik dalam hal berburu, berkebun, membangun rumah, maupun merusak alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun