Umumnya, memasuki bulan puasa di bulan Ramadan dijalankan oleh seluruh umat Muslim di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Namun pada kenyataannya, bulan Ramadan ini juga turut dirasakan oleh kepercayaan manapun, termasuk saya yang seorang Kristen dari etnis Tionghoa.
Artikel yang saya buat ini bukan untuk membanding-bandingkan atau membahas kepercayaan mana yang lebih baik, tetapi lebih ke toleransi yang saya rasakan sejak kecil hingga sekarang.
Sejak kecil, keluargaku tinggal di lingkungan yang benar-benar dikelilingi oleh seluruh umat Muslim, bisa dibilang daerah perumahan saya dulu di Kawasan Kemayoran hanya ada dua orang saja yang beragama Kristen dan beretnis Tionghoa.
Namun semua itu bukanlah masalah, karena Puji Tuhan seluruh warga tempat saya tinggal dulu benar-benar menjalankan toleransi beragama yang sangatlah tinggi.
Yang saya ingat, ketika memasuki bulan Ramadan saat berpuasa seperti ini, beberapa tetangga terkadang bergantian memberikan kami menu berbuka mereka, seperti ketupat, takjil, dan sebagainya.
Tak jarang ayah dan almh. Ibu saya juga dulu sempat membuatkan makanan untuk sejumlah tetangga dan mengundang mereka untuk berbuka puasa di rumah kami.
Nantinya, saat Hari Natal kami bergantian memberikan mereka beberapa makanan atau parsel.
Apa sampai situ saja? Jelas tidak, saat momen Idul Adha pun sejumlah tetangga ada pula yang memberikan hasil kurban mereka, ada yang memberikan daging kambing dan juga daging sapi.
Sebaliknya, saat sedang Hari Raya Sincia atau Imlek giliran kami yang lagi-lagi memberikan mereka makanan khas Tionghoa yang tentunya halal dan juga sejumlah kue-kue yang dibuat oleh almh. Ibu saya.
Mereka juga beberapa kali tak jarang berkunjung ke rumah kami atau sebaliknya kami yang ke rumah mereka untuk saling bertegur sapa atau bersilatuhrami untuk menjaga relasi hubungan yang baik.