Mohon tunggu...
yesi  dermha
yesi dermha Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Airlangga.

Suka membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dilema Keberadaan Perkebunan Kelapa Sawit: Ekologi Vs Ekonomi Negara

27 November 2020   21:56 Diperbarui: 27 November 2020   22:07 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan negara agraris, agraris merupakan sektor bidang pertanian. Indonesia disebut sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Oleh sebab Indonesia merupakan negara agraris maka dapat dipastikan bahwa Indonesia memiliki Sumber Daya Alam yang kaya, baik di daratan maupun di perairan. Sebagai negara agraris, Indonesia dikenal mampu menyumbangkan hasil pertanian yakni beras dengan skala besar, kemudian Indonesia mendapat julukan "lumbung padi".

Selain padi atau beras, salah satu sektor pertanian yang berkembang pesat dan berpotensi besar adalah subsektor pertanian. Berdasarkan data tahun 2009 dikatakan bahwa perkebunan telah menduduki urutan ketiga dalam sumbangsihnya terhadap PDB. 

Di masa yang akan datang, besar harapan pemerintah dari perkebunan-perkebunan dapat terwujud melalui pembangunan wilayah terutama di luar pulau Jawa seperti yang tercantum dalam "TRIDHARMA" perkebunan yaitu:

  • Menghasilkan devisa yang sebesar-besarnya
  • Membantu menciptakan kesempatan kerja
  • Melestarikan sumber-sumber alam. (Mubyarto, 1989:235).

Kembali menelaah data yang disajikan oleh BPS, 2009 dipaparkan bahwa kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan yang menarik perhatian serius pemerintah, dan investor. 

Semua pelaku perkebunan kelapa sawit terdiri dari Perkebunan Besar Negara (PBN) namun pada tahun yang sama pula dibuka Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan perkebunan Rakyat (PR) melalui pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) dan selanjutnya berkembang pola swadaya. Pada tahun 1980 luas areal kelapa sawit adalah 249.000 ha dan pada tahun 2009 luas areal perkebunan kelapa sawit telah mencapai 8,32 juta ha. Sebanyak 47,78% lahan menjadi hal milik PBS, 43,71% dimiliki oleh PR, dan 8,41% milik PBN.

Laju perkembangan perkebunan kelapa sawit saat ini bahkan telah meluas hampir ke seluruh wilayah di pulau-pulau besar Indonesia. Hingga tahun 2009 perkebunan sawit mencapat rerata pertumbuhan sebesar 578.000 ha/tahun atau kisaran 13,96% per tahunnya. 

Saat ini Indonesia memiliki kurang lebih 10 juta hektar lahan yang telah ditanami kelapa sawit dan 18 juta hektar lainnya dibuka atas nama ekspansi perkebunan kelapa sawit.

Adanya perkembangan atas jumlah lahan perkebunan sawit di Indonesia tak lepas dari faktor kebutuhan dunia akan minyak sawit yang pada tahun 2012 saja sebanyak 52,1 juta ton. Kemudian saat ini diperkirakan meningkat hingga 68 juta ton. Dengan demikian, dipastikan bahwa perkebunan kelapa sawit memiliki nilai ekonomis yang tinggi, sebab buah kelapa sawit dapat diolah menjadi beberapa bahan setengah jadi seperti Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kemell Oil (PKO).

Dalam rangka menjaga kualitas dan kuantitas serta daya saing kelapa sawit di pasar internasional, pemerintah menciptakan standardisasi sertifikasi yang bernama ISPO (Imansari, 2015). 

ISPO diatur dalam Permentan No. 11/Permentan/OT. 140/3/2015 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil Certification System) yang memiliki 7 prinsip dasar yakni: legalitas usaha perkebunan, manajemen perkebunan, perlindungan terhadap pemanfaatan hutan alam primer dan lahan gambut, pengelolaan dan pemantauan lingkungan, tanggung jawab terhadap pekerja, tanggung jawab sosial, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat serta peningkatan usaha secara berkelanjutan. 

Lalu muncul pertanyaan dalam benak banyak orang apakah Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, ISPO dan ketujuh unsurnya, benar-benar mampu memberikan hak kepada seluruh pihak yang dijanjikan, terutama pada alam tempat semua makhluk hidup bernaung atau hanya menjanjikan dalam sektor ekonomis saja?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun