Mohon tunggu...
Yayuk Septyani
Yayuk Septyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Yayuk Septyani, Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pawang Hujan di MotoGP Mandalika, Budaya atau Gimmick?

20 Juli 2022   17:55 Diperbarui: 20 Juli 2022   17:59 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MotoGP di Indonesia

Setelah 25 tahun absen, Indonesia akhirnya bisa kembali menyelenggarakan MotoGP yang terakhir kali diadakan  tanggal 28 September 1997 di Sirkuit Sentul, kala ajang ini masih bernama GP Motorcycle. 

Seperti yang kita tahu event internasional berhasil terselenggara dengan baik di negara Indonesia, tepatnya di Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat pada 20 Maret 2022.( Sumber foto : JPNN.com Bali )

Sirkuit yang dibangun dengan biaya mencapai sekitar Rp.1,2 triliun ini, merupakan salah satu sirkuit yang paling indah. Sirkuit Mandalika ini menggunakan konsep Street Sirkuit yang berbeda, yakni apabila tidak ada balapan sirkuit dapat berfungsi sebagai atraksi pariwisata. Maka dari itu banyak orang dapat menggunakan area di sekitar jalur utama untuk kegiatan rekreasi.

Disisi lain dari keberhasilan event ini ada hal yang tidak akan terlupakan di ingatan para netizen bahkan khalayak dunia sampai kapan pun, yakni aksi heroik si pawang hujan. 

Sebuah keunikan yang terjadi kala hujan besar yang saat itu mengguyur Mandalika disertai petir, kejadian alam ini membuat proses balapan MotoGP sempat ditunda sementara waktu hingga cuaca bersahabat, di sanalah pawang hujan menunjukkan taringnya dengan melakukan ritual khusus, 

berusaha meredakan atau memberhentikan hujan, dia berjalan sambil membaca mantra dan memainkan singing bowl miliknya, dia terus berusaha menjalankan tugasnya.

Mengenal Lebih Dekat Pawang Hujan

Setelah event MotoGP terlaksana, pawang hujan masih sangat hangat diperbincangkan di kalangan masyarakat. Pro dan kontra tentang apa yang dilakukan pawang hujan ini terus bermunculan, dari yang memuji tentang aksinya, hingga tidak sedikit yang berusaha menjatuhkan nama baik si pawang hujan tersebut. 

Mbak Rara atau yang bernama asli Raden Roro Istiati Wulandari, lahir di Papua pada 22 Oktober 1983 dan sekarang menetap di Bali. Mbak rara sendiri sudah menekuni ilmu menangkal hujan sejak umurnya 9 tahun dan beliau menjelaskan kalau ilmunya dipelajari secara turun temurun.

Sebelum menangani hujan di Mandalika, Mbak Rara juga pernah menjadi pawang hujan di acara-acara besar lainnya seperti, konser musik Guns N Roses pada 2018, pertandingan piala AFC U-19 pada 28 Oktober 2018, dan sering menjadi pawang hujan pada hajatan politik di Bali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun