Mohon tunggu...
Ya Yat
Ya Yat Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Penyuka MotoGP, fans berat Valentino Rossi, sedang belajar menulis tentang banyak hal, Kompasianer of The Year 2016, bisa colek saya di twitter @daffana, IG @da_ffana, steller @daffana, FB Ya Yat, fanpage di @daffanafanpage atau email yatya46@gmail.com, blog saya yang lain di www.daffana.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bu, Nawar Boleh tapi Jangan Kebangetan

4 September 2019   15:39 Diperbarui: 23 September 2019   18:14 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nawar sayur jangan kebangetan (dok.yayat)

Para ibu kadang suka kebangetan kalau menawar sebuah barang. Membeli barang dengan harga murah, memang sebuah kebanggaan, tapi kadang menawar dengan harga yang tak masuk akal gara-gara ingin dapat harga teramat murah. Bukan hanya bikin pedagangnya sebal, melainkan bikin pembeli lain kesal juga akibat proses transaksi jadi lama.

Saya biasa berbelanja sayuran di pasar dekat rumah. Jaraknya dengan rumah saya hanya 7 menit jalan kaki. Pasar ini berlokasi di jalan umum yang dikelilingi rumah tinggal. Bertahun lalu, pasar ini hanya berisi tiga pedagang sayur yang menggelar dagangan sayurnya tiap pagi. Sekarang jumlah pedagangnya banyak sekali dan jenis dagangan yang digelar lengkap mulai dari sayur sampai pakaian yang menjual dagangan dengan cara digelar di atas terpal sampai menempati toko permanen.

Ada pedagang sayur yang menjadi langganan saya. Asalnya dari Citayam. Tiap subuh ia tiba di pasar ini, membawa aneka sayuran seperti kangkung, bayam, wortel, jagung manis, cabe, bawang, tomat, caisim, timun, ubi sampai singkong. Barang dibawa memakai mobil bak terbuka. Ada 3 pedagang dari Citayam yang menumpang di mobil bak terbuka yang sama.

pasar langganan (dok.yayat)
pasar langganan (dok.yayat)
Pedagang ini menjual sayuran lebih murah dari pedagang sayur lainnya. Malah ada pedagang sayur lain yang membeli sayuran padanya lalu dijual di pasar yang sama, hanya beda tempat dagangnya saja. Sayuran pedagang ini juga segar-segar. Seikat bayam dijual 3000 rupiah dan 5000 rupiah jika kita membeli 2 ikat. Kangkung dijual 5000 rupiah untuk 3 ikat.

Saya membelinya seringkali tanpa menawar. Namun kadang saya beli seikat bayam serta sebuah jagung manis dan saya minta tambah 3 buah wortel ukuran jari telunjuk. Si abang pedagang memberinya saja. Atau membeli cabe dan bawang lalu minta tambah sebutir tomat seukuran telur. Namun jika minta tambah, saya akan tanya apa boleh ditambahin ini or itu, kalau si abang keberatan ya saya bayar. Seringnya sih si abang memberikan saja asal tambahannya hanya sedikit.

Karena pedagang ini menjual dagangannya dengan murah, otomatis setiap hari ia diserbu pembeli yang rata-rata ibu-ibu. Ngeselinnya nih.. dagangan yang udah murah begitu masih ditawar mati-matian sama beberapa ibu. Bayam 3 ikat ditawar 5000 rupiah. Kangkung 3 ikat iya sih dibeli seharga 5000 tapi si ibu minta tambah cabe bawang. Ya kali minta tambahnya nggak kira-kira.

beli ikan, biar nggak ditenggelamin bu Susi (dok.yayat)
beli ikan, biar nggak ditenggelamin bu Susi (dok.yayat)
Tentu si pedagang keberatan, namun seringkali nih para ibu maksa. Nggak boleh tambah cabe bawang ya minta tambah cabe aja. Lah secara cabe mahal kan sekarang. Pemaksaan begini yang bikin pembeli lain jadi terhambat. Kan nggak bisa dilayani abangnya gara-gara si abang pedagang melayani ibu-ibu yang ribet menawar. 

Trus ada lagi pedagang tissue. Udah jelas-jelas ditulis 2 kotak tissue harganya 17 ribu rupiah. Tapi masih aja ditawar ibu-ibu 2 kotak tissue seharga 15 ribu rupiah. Atau tissue bungkus kecil seharga 2000 rupiah ditawar seharga 5000 untuk 3 bungkus. Saya sebagai pembeli kadang mesem mangkel juga. Apalagi liat si abang pedagang tersenyum ngenes. Gara-gara uang seribu itu ibu-ibu bisa nggak jadi beli lho. Padahal kalo dipikir ya... bikin tissue sendiri apa jatohnya nggak berlipat kali lebih mahal?

beli buah, biar sehat (dok.yayat)
beli buah, biar sehat (dok.yayat)
Saya juga kerap menawar barang, namun ya liat-liat juga harga dan jenis barangnya. Barang yang kerap saya tawar kalau di pasar itu baju, sepatu dan berbagai jenis barang yang harganya lumayan mahal. Namun kalau saya, menawar dengan harga yang masih masuk akal. Saya tak tega menawar dengan patokan setengah harga, pasti saya lebihin dulu. Misal harga 100 ribu, saya tawar dengan harga 70 ribu. Harga win win solution-nya saya dan si abang paling 80 ribu.

Buat saya, menawar barang itu bukan hanya untuk membuat kita, si pembeli barang, happy. Tapi juga bikin penjualnya nggak kesal maksimal. Pedagang itu cari uang lho. Iya emang keuntungan yang mereka dapet bisa besar, namun nggak berarti kita bisa menawar barang dengan dengan harga yang nggak masuk akal. Apalagi jika udah ditawar, trus abangnya tetep nggak mau trus kita nggak jadi beli. Lalu pindah ke tempat lain ternyata harga barangnya lebih tinggi di atas harga abang tadi dan nggak mau ditawar. Mau balik ke toko si abang? Malu atuh.

harga obral jangan ditawar (dok.yayat)
harga obral jangan ditawar (dok.yayat)
Tuntutan untuk hemat memang penting, apalagi buat ibu-ibu yang mengatur keuangan rumah tangga. Tapi nggak karena hemat juga kita bisa menawar dengan cara yang bikin kesal banyak orang. So ini saran saya buat para ibu yang hobi nawar, supaya nawarnya bikin si pedagang nggak kesal dan pembeli lain nggak terganggu:
  • Tawar dengan baik-baik, jika si pedagang tak mau menurunkan harga, silakan putuskan mau batal membeli atau membeli dengan harga asal. Pedagang biasanya tak mau menurunkan harga jika barang yang dijualnya sudah harga obral.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
    Lihat Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun